Saturday, May 03, 2008

Indie Marketing : Tantangan Pemasaran Era Digital

Alvin Toffler dalam bukunya yang sangat terkenal The Third Wave mengatakan bahwa globalisasi ditandai dengan adanya tiga gelombang yang merubah peradaban manusia. Gelombang perubahan di dunia terbagi menjadi 3 :
- Age of Agriculture – yaitu era pertanian, dimana perekonomian bertumpu pada kegaitan bercocok tanam. Pada era ini modal utama untuk bersaing adalah kepemilikan tanah.
- Age of Industry – yaitu era Industri, dimana perekonomian bertumpu pada sektor Industri. Era ini dimulai dengan ditemukannya mesin uap oleh James Watt yang memacu revolusi industri di Inggris. Modal utama untuk bersaing dalam era ini adalah kepemilikan tanah, modal (capital) dan tenaga kerja.
- Age of Information – yaitu era informasi dan keterbukaan, dimana perekonomian banyak ditopang dari teknologi informasi. Dalam era ini modal utama untuk bersaing adalah knowledge, dan penguasaan teknologi informasi yang canggih.
Gelombang ketiga yang disebut age of information salah satunya ditandai dengan lahirnya internet yang merubah tatanan hidup, termasuk di dalamnya tatanan pemasaran. Menurut Thomas Friedman dalam bukunya The World is Flat, Gelombang ketiga globalisasi berupa internet telah mengubah dunia menjadi datar dan tidak ada lagi batas-batas geografis diantara negara satu dan lainnya. Friedman memperkenalkan 10 trend yang ia sebut sebagai flatteners —yang akan merubah dunia hingga menjadi semakin datar.
Kesepuluh flatteners tersebut adalah: jatuhnya Tembok Berlin yang menandai kematian komunisme, initial public offering (IPO)-nya Netscape yang merupakan critical mass merebaknya internet; munculnya workflow software; open-sourcing; outsourcing, offshoring; supply-chaining; insourcing; in-forming; dan terakhir proses ”digitalisasi-mobilisasi-personalisasi-virtualisasi” yang menjadi akselerator kesembilan trend sebelumnya.
Dunia yang semakin datar tersebut menjadikan aturan-aturan lama dalam pemasaran menjadi kurang relevan, sehingga perlu adanya aturan-aturan baru yang mampu menjawab tantangan tersebut. Tantangan utama dunia pemasaran saat ini adalah “The Rising of Individualism Authority”, dimana kebebasan inividu dalam menuangkan ide dan pendapat merebak dengan adanya fasilitas yang didukung internet.
Perilaku sosial manusia yang semakin individualis namun ingin bersosialisasi salah satunya dipengaruhi merebaknya internet dan proses digitalisasi-mobilisasi-personalisasi-virtualisasi. Internet dan akselator flattener tersebut telah menciptakan individu-individu yang baru yang berbeda dengan sebelumnya. Individu baru ini mempunyai karakteristik, merasa benar, punya otoritas, ingin berkomunikasi satu sama lain secara dua arah dan partisipatif. Karakteristik individu tersebut memerlukan media yang cukup untuk mencurahkan seluruh ide, berkomunikasi dengan orang lain secara bebas, maupun menunjukan eksistensinya.
Media-media yang didukung internet dan dapat menfasilitasi kepentingan inividu tersebut berkembang dengan pesat seperti You Tube, Facebook, Flickr, Myspace, Blog, Yahoo Messenger, Friendster, Wikimedia. Media-media tersebut menjadi pilihan individu untuk mengeluarkan seluruh uneg-uneg dan menjadi buku harian dalam hal apapun.
Selain mengeluarkan uneg-uneg (baca curhat) media tersebut di atas juga menjadi ajang diskusi dan referensi produk yang digunakan. Diskusi dan referensi dari media seperti blog menjadi cukup efektif untuk mempengaruhi orang lain, karena dianggap memiliki kredibilitas dibanding dengan media berbayar. Fenomena inilah yang mirip dengan underground dan indie community, dimana individu lebih percaya pada media yang sifatnya merupakan curahan hati dan interaksi antar anggota komunitas dari pada media berbayar. Selamat datang Indie Marketing.
Apa yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk sukse di dunia yang semakin flat dan merebaknya fenomena indie marketing tersebut ?
Untuk bisa suskes di dunia yang semakin “datar” ini maka perusahaan harus merubah cara-cara pemasaran produknya. Pertama, produk harus punya nilai berita : Create Buzz Marketing/Word of Mouth. Karena individu memiliki otoritas dalam menuangkan ide dan pendapat secara terbuka, dan sebuah produk mmempunyai kesempatan untuk dijadikan bahan diskusi, maka produk harus memiliki nilai berita. Untuk bisa menciptakan berita - tanpa melalui pers release - maka produk harus berbeda dan menarik, baik dari content (produk beserta feature & benefit) maupun contex-nya (packaging, komunikasi pemasaran, distribution channel). Ketika produk sudah menarik dan menjadi word of mouth, maka kemungkinan untuk masuk ke media-media yang berbasis internet – dan menjadi ajang pembaicaraan di sana - akan semakin besar, sehingga jangkauan word of maouth akan semakin luas dan emleawati batas-batas geografis. Sebagai contoh apa yang pernah dilakukan oleh Mc Donald ketika mengkomunikasikan produknya melalui Billboard jam matahari di Amerika. Jika hanya dilihat melalui Billboard maka jangkauan iklan tersebut sangat kecil, namun karena efek word of mouth tentang billboard kreatif tersebut dibawa ke media internet, difoto dan diforward ke email oleh orang yang melihatnya, diposting dalam blog dan bahkan menjadi ajang diskusi dalam millist profesional, maka jangkauan dari billboard tersebut melebihi media komunikasi lainnya. Contoh lain adalah bagaimana Film Ayat-ayat Cinta menjadi ajang diskusi dan pembahasan yang tidak ada habisnya di dunia maya, sehingga efeknya sangat terasa melebih iklan yang dibuatnya.
Kedua, komunikasikan produk melalui media yang direct to customer dan menjangkau banyak khalayak – internet. Komunikasi melalui media berbayar sepertinya sudah kehilangan kredibilitas (The Fall of Advertising and The Rise of the PR). Internet dengan kelebihannya mampu menjadi saluran komunikasi yang efektif, kredibel dan direct to customer. Dengan mengkomunikasikan produk melalui internat maka peluang untuk menjadi word of mouth di kalangan individu yang semakin kritis, merasa benar, dan ingin berkomunikasi semakin terbuka. Selain itu strategi yang harus dilakukan untuk berkomunikasi melalui internet ini adalah dengan menciptakan kesan seolah-olah tidak sengaja memasarkan produk seperti misalnya melalui media blog. Dengan strategi ini maka komunikasi pemasaran akan terasa lebih kredibel.
Ketiga, rangkul komunitas. Komunitas merupakan sales channel yang paling efektif saat ini. Karena dengan adanya komunitas maka trend (fitrah) kebebasan individu untuk mencurahkan uneg-unegnya menjadi terasalurkan. Komunikasi dalam komunitas menjadi sangat kredibel dan dipercaya oleh anggotanya, sehingga ketika kita bisa memasarkan produk melalui komunitas maka produk kita akan ’dibeli’ tanpa alasan apapun.

Saturday, March 08, 2008

Nokia NSeries dan Experiential Marketing

See New, Hear New Feel New
Saya Adalah Nokia NSeries
Adalah Komputer di dalamnya
Berbagi Cerita dengan Video
Cerita Lain di dalam video
Temukan Kembali cerita dengan Nokia N82 – temukan – tangkap – berbagi
Koleksi musik anda selalu bersama dengan anda
Entertainment The Next Episod


Itulah sederetan tag line baru produk Nokia seri N atau Nokia N Series. Produk terbaru keluaran pabrikan handphone asal Finlandia, yang pada awalnya adalah pabrik pulp tersebut berbeda dengan produk Nokia lainnya. Nokia N Series tidak diposisikan sebagai handphone sebagaimana Nokia seri lainnya. Fungsi komunikasi hanyalah fungsi tambahan dari sebuah alat multimedia canggih yang memadukan teknologi video, audio, kamera dengan resolusi tinggi, internet dan koneksi wireless tercanggih saat ini dalam genggaman. Fitur yang ditonjolkan dari N Series adalah kemampuan video nya yang hampir menyamai VHS, kapasitas memori mencapai puluhan MB dan bahkan bisa diexpand sampai dengan puluhan gigabyte. Iklan Nokia N Series tidak lagi bicara kapasitas phone book, speed dial, MMS, Video Call dll yang sebenarnya adalah basic features dari sebuah Handphone.
Apa yang sebenarnya terjadi, apakah Nokia telah berubah menjadi produsen camcorder atau digital camera? Konvergensi teknologi ICT (Information & Communication Technology) telah mengubah tatanan industri telepon seluler. Kata Friedman – pengarang buku yang cukup laris The World is Flat – kehadiran teknologi baru telah mengubah tatanan dunia. Salah satunya adalah dunia telepon seluler, yang semula hanya sekedar alat komunikasi dua arah dengan keunggulan mobilitas. Namun dengan perkembangan teknologi maka Handphone kemudian berubah menjadi alat canggih yang sekaligus berfungsi sebagai camcorder, digital camera bahkan komputer dengan internet berkecepatan tinggi.
Nokia melihat hal tersebut sebagai sebuah peluang untuk semakin memanjakan konsumen dengan fitur music, video, dan internet. Namun yang lebih penting adalah Nokia telah menyadari akan datangya era Experiential Marketing. Nokia N Series telah merubah paradigma traditional marketing dimana fokus utamanya adalah feature & benefit, serta Nokia N Series tidak mendefinisikan kompetitor secara sempit yang hanya berbasis pada kategori produk, sehingga dalam kampanyenya N Series tidak lagi mengunggulkan featue & benefit standard dari sebuah telepon seluler, seperti kapasitas phone book, SMS, MMS, Video Call, tetapi experience yang ditawarkan kepada penggunanya. N Series mendefinisikan kompetitornya tidak hanya Sony Ericsson, Samsung dan produsen telepon seluler lainnya, melainkan juga produsen camcorder, digital camera, interner provider dll.
Selain itu N Series juga mencoba untuk merangsang seluruh indera manusia yang berperan saat mengkonsumsi produk tersebut, sebagaiamna frame work experiential marketing yang bertumpu pada Sense, Feel, Think, Act dan Relate. Dengan strategy tersebut sepertinya Nokia ingin memantapkan posisinya sebagai market leader telepon seluler di Indonesia.