Sunday, May 07, 2006

TRADITIONAL MARKETING vs EXPERIENTIAL MARKETING

“Bumi telah berubah menjadi Venus”

Jangan kaget dulu dengan kalimat tersebut, bukan berarti bahwa ada serangan Alien dari Venus yang telah mengubah Bumi kita ini. Idiom tersebut muncul dalam paradigma baru pemasaran. Menurut John Gray, pengarang buku psikologi modern terkenal Men are from Mars Women are from Venus, Bumi adalah tempat bertemunya dua karakter yang berasal dari dua planet yang berbeda. Kaum lelaki, yang berasal dari planet Mars mempunyai beberapa sifat yang cenderung rational, mengandalkan pikiran (think) dan intelektualnya, dan kaum hawa yang berasal dari planet Venus yang mempunyai karakter cenderung emotional dan mengandalkan perasaan (feel). Dua karakter yang dilukiskan sangat bertolak belakang ini bertemu di Bumi dan berinteraksi dalam jangka waktu yang lama.
Karena terjadi interaksi yang sangat intens, dan karena berbagai factor yang mendorong perubahan, seperti perkembangan teknologi yang sangat pesat, akhirnya Bumi terasa berubah menjadi Venus, karena didominasi oleh karakter kaum hawa. Yang menurut Hermawan Kartajaya kaum lelaki pun kini cenderung menjadi wanita (men becomes wo-men). Bumi telah berubah menjadi Venus.
Selain itu saat ini kita memasuki jaman dimana terjadi beberapa perubahan kecenderungan. Beberapa trend yang merebak, yang mempengaruhi paradigma pemasaran tersebut antara lain : (1) Kehadiran Teknologi Informasi, (2) Pentingnya sebuah Merk (Brand) dan (3) Menggejalanya fenomena Komunikasi dan Hiburan yang terintegrasi. Trends tersebut antara lain yang mengubah paradigma pemasaran secara radikal.
1. Kehadiran Teknologi Informasi
Perkembangan Teknologi Informasi pada decade ini sangat pesat, hal ini dimulai ketika chip semikonduktor ditemukan, yang merangsang perkembangan teknologi yang sangat pesat dan canggih. Perkembangan tersebut dapat kita lihat dalam teknologi computer, hamper setiap bulan kita mendengar adanya penemuan baru di bidang ini. Mulai dari penambahan kapasitas media penyimpan, yang semula hanya ribuan byte, berkembang menjadi ratusan mega byte dan sekarang sudah pada angka 60 Giga byte. Kecepatan processor juga mengalami perubahan yang mengikuti perkembangan media penyimpan Mulai dari processor 120 Mhz, menjadi 133 Mhz, 900 Mhz dan sekarang kita sudah dapat menikmati processor dengan kecepatan di atas 2 Ghz.
Kemudian terjadi kecenderungan dalam menggunakan teknologi, yang semula kita menggunakan gadgets yang bermacam-macam untuk keperluan kita masing-masing, seperti computer, Telepon sellular , PDA, dan kamera digital secara terpisah-pisah, kemajuan teknologi membuat alat-alat teknologi informasi tersebut menjadi kompak dan multifungsi. Tidak heran sekarang kita mengenal Hand set yang dilengkapi dengan kamera digital, bisa untuk mengirim e-mail, berfungsi sebagai PDA dan fungsi-fungsi lainnya.
Saat ini tiap hari kita dikelilingi oleh teknologi dalam aspek kehidupan kita dan ada semacam ketergantungan kita terhadap teknologi tersebut. Sebagi contoh jika sehari saja kita tidak dapat mengirim e-mail atau menerima telephone, pasti banyak pekerjaan kita yang tidak selesai, atau kita tidak dapat menikmati siaran televise atau pendingin ruangan kita mati, kita akan menjadi uring-uringan dan akan mempengaruhi perilaku kita. Seolah-olah kita tidak dapat lagi hidup tanpa teknologi.
Menurut Bernd Schmitt, dalam bukunya Experiential Marketing, perkembangan teknologi yang sangat pesat ini sangat penting dalam pemasaran, karena dengan produk-produk teknologi tersebut kita dapat mengirim dan menerima informasi dalam berbagai bentuk kepada semua orang kapanpun dan dimanapun. Hal ini yang mengakibatkan setiap orang maupun perusahaan dapat menukar pengalaman mereka kepada yang lain kapanpun. Batas-batas geografis sudah tidak ada lagi di era sekarang.
2. Supremasi Merk (Brand)
Anda suka nonton TV? Atau baca Majalah dan Koran? Atau browsing di internet? Atau melihat billboard dengan ukuranyang sangat besar disepanjang jalan? Dari media tersebut telah hadir merk-merk di sekeliling kita. Tiap hari tentu kita akan mendapati berbagai merk (brand) di setiap sisi kehidupan kita, bangun tidur ketika menonton TV kita sudah disuguhi goyangan Inul yang menawarkan Hore dan Sakatonik Greng, sampai Britney Spears yang sedang mengiklankan Vios. Pada awalnya kita mungkin menyangka bahwa Brand yang ditawarkan adalah hanya Hore dan Vios, tapi ternyata ‘Inul Daratista’ dan Britney Spears sendiri adalah sebuah Brand. Kita sangat familiar dengan Nokia, Toyota Kijang, Indomie, Levi’s, Coca Cola, DKNY, Guess dan lebih banyak lagi merek-merek yang bertebaran di sekeliling kita.
Brand yang menjejali benak kita tidak hanya dari kategori barang konsumsi saja, supremasi brand sudah merambah kepada personal, seperti yang diungkapkan di atas ‘Inul adalah sebuah Brand untuk kategori produk Goyang dengan Ngebornya, dan merupkan sebuah phenomenal brand, Princess Diana, Muhammad Ali, Michael Jordan. Bahkan sekarang negara dan kota juga berlomba-lomba untuk ‘dibrandingkan’, kita mestinya sangat hafal dengan iklan Malaysia the Truly Asia atau Jogja Never Ending Asia. Saat ini brand mempunyai kekuatan yang sangat besar, dan dijadikan senjata untuk memasarkan produk.
Lebih jauh segala sesuatu adalah Brand. Dengan adanya pengembangan teknologi informasi, infromasi mengenai Brand akan sangat mudah didapati secara instant dan mengglogal.
Dengan adanya dunia yang semakin dijejali merek/brand, produk tidak bisa bertahan jika hanya dikemas dalam fungsinya saja, tetapi sebuah merek harus bias memberikan experience kepada pemakai/cuctomernya.

3. Penyebaran Komunikasi dan Hiburan dimana-mana
Dengan adanya supremasi dari Brand tadi, mau-tidak mau segala sesauatunya akan mengambil bentuk komunikasi. Komunikasi akan ada dimana-mana dan selalu berhubungan dengan Brand.
Komunikasi pemasaran sendiri berkembang tidak hanya satu arah melainkan menjadi dua arah (twon way communication) dan tidak hanya sekedar menyampaikan informasi namun harus mempu menghibur. Komunikasi harus dikemas menjadi hiburan yang menarik.

Fenom,ena-fenomena tersebut di atas yang kemudian memuncul konsep pemasaran yang menitikberatkan pada experience. Sekarang kita mengenal adanya Experiential Marketing. Apa sebenarnya Experiential Marketing tersebut? Apa bedanya dengan Tradisional Marketing?. Bagaimana Aplikasinya dalam menghadapi pasar yang semakin menjadi ‘Venus’?

Traditional Marketing
Paradigma traditional marketing adalah bahwa marketing tidak lebih dari selling dan advertising, dan 4 P (Product, Price, Place dan Promotion). Prinsip dan konsep dasar dari Traditional Marketing adalah produk, perilaku konsumen dan aktivitas yang kompetitif di pasar. Dalam konsep ini sebuah perusahaan hanya mengembangkan produk, merencanakan lini produk dan mereknya, mendesain komunikasi dan responsive terhadap aktivitas kompetisi.
Secara garis besar fitur kunci dari Traditional Marketing adalah sebagi berikut :
1. Fokus pada Feature dan Benefit.
Pemasar traditional berasumsi bahwa customer di segmen pasar apa pun selalu menitikberatkan pada feature dari produk, menilai lebih feature dan memilih produk dengan utilitas keseluruhan yang tinggi.
Apa sebenarnya features itu ? Menurut Philip Kotler feature adalah karakteristik yang mendukung fungsi utama dari produk (characteristic that supplement the product’s basic function). Feature sering digunakan sebagai alat untuk menciptakan differensiasi, karena kadang-kadang customer diasumsikan memilih produk berbasis feature.
Sedang Benefits muncul dari functional features. Benefit adalah kegunaan yang dicari oleh customer.Sebagai contoh untuk sikat gigi benefits adalah memutihkan gigi, sedangkan untuk computer benefitnya adalah kecepatan dan konektivitas.
2. Kategori dan Kompetisi produk didefinisikan secara sempit
Pemasar tradisional selalu mendefiniskan competitor Mc Donalds adalah Burger King dan Wendy’s (Tidak dibandingkan dengan Pizza Hut atau Starbucks), BritAma dengan Tahapan BCA, Kijang dengan Panther, Carrefour dengan Giant (bukan Tip Top, atau Ramayana).
Pemasar tradisional kompetisi hanya didefiniskan secara sempit berbasis pada kategori produk.
3. Customer dilihat sebagi pengambil keputusan yang rational
Sejak lama proses pengambilan keputusan diasumsikan termasuk dalam langkah-langkah sebagai berikut :
a. Pengenalan kebutuhan. Kesenjangan persepsi antara pernyataan pemuas kebutuhan dengan keadaan yang sebenarnyalah yang mendorong customer untuk mengurangi gap tersebut. (Contoh kondisi dimana kita kehabisan pasta gigi, dan kita butuh menyikat gigi kita)
b. Pencarian Informasi. Customer selalu mencari informasi dari mana pun, catalog, membandingkan langsung dan sumber lainnya. (Saat di supermarket kita menemukan Close Up dan Pepsodent, kita pasti mencari informasi dari dua produk tersebut, apakah dari labelnya ataupun dari SPG)
c. Mengevaluasi berbagai alternative tersebut. Customer selalu membandingkan produk yang ada dari segi feature dan benefitnya sehingga ada point terbesar untuk memilih produk tersebut. (Close Up yang memberikan nafas yang segar, membuat gigi putih mengkilap, aroma mint, mana diantarnya yang penting jika dibandingkan dengan Pepsodent)
d. Membeli dan Mengkonsumsi. Customer akan membeli alternative terbaik dan menggunakannya, dan akan selalu mendapatkan tingkat kepuasan dengan membandingkan daya guna yang diharapkan dengan yang sebenarnya setelah memakai produk tersebut. Jika customer puas maka dia akan membeli kembali produk tersebut suatu saat.
Namun apakah proses untuk memilih suatu produk selamanya seperti itu?
4. Methode dan Alat yang digunakan adalah Analisis, Kuantitatif dan Verbal
Methode yang sering digunakan dalam Traditional Marketing adalah sebagai berikut :
a. Regresion Model
b. Peta Positioning
c. Conjoint Anlysis
Atau methode verbal yang digunakan dalam FGD (Focus Group Discussion).
Jadi pada dasarnya Traditional Marketing adalah Feature dan Benefit Marketing.

Experiential Marketing
Paradigma baru dalam pemasaran adalah Experiential Marketing, dimana perusahaan dituntut untuk dapat memberikan experience kepada customer melalui teknologi informasi, brands dan komunikasi sekaligus entertainment.
Experiential Marketing berbeda dari traditional marketing dalam beberapa hal sebagai berikut :
1. Fokus pada Customer Experience
Experience muncul sebagai hasil dari menemukan, mengalami dan hidup dengan situasi tertentu. Hal tersebut yang akan memacu stimulasi perasaan, hati dan pikiran. Experience akan memberikan nilai secara emosional, cognitive, perilaku dan relationship yang menggantikan nilai fungsional.
2. Menguji Situasi saat Mengkonsumsi barang
Dalam mengkonsumsi produk, customer tidak dilihat secara partial. Artinya bagaimana sebuah produk dapat memberikan experience saat customer mengkonsumsi produk tersebut. Dalam memandang kompetisi pun, konsep kategori produk semakin melebar, Mc Donalds tidak diadu secara langsung lagi dengan Burger King atau Wendy’s, tetpi juga dilihat situasinya saat customer mengkonsumsi Burger.
Jadi dalam menguji saat orang mengkonsumsi ini, tidak hanya pada saat orang tersebut mengkonsumsi barang tersebut, namun setelahnya juga. Apakah saat mengkonsumsi tersebut memberikan makna dalam hidup mereka.
3. Customer Rational dan Emotional
Customer didorong oleh sifat emosionalnya, sama dengan dorongan rationalnya. Customer selalu ingin dihibur, distimulasi dan ditantang emosinya.
4. Metode dan Alat yang digunakan sesuai dengan kebutuhan.
Jadi dalam experiential marketing, metode dan alat yang digunakan dalam riset selalu berubah-ubah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Frame work yang digunakan dalam experiential marketing adalah SEMs (Strategic Experiential Modules) yang pada dasarnya adalah merupakan tujuan dan strategi dari semua usaha pemasaran. SEMs terdiri dari Sense, Feel, Think Act dan Relate Marketing.

SENSE
SENSE Marketing menarik perasaan dengan tujuan menciptakan pengalaman yang dapat diindera melaui pandangan, suara, sentuhan, rasa dan penciuman. SENSE marketing digunakan untuk membedakan perusahaan dan produk, memotivasi customer dan menambah nilai dari produk.

FEEL
FELL Marketing menarik perasaan dan emosi terdalam customer, dengan tujuan untuk menciptakan pengalaman afektif yang berkisar dari moods positif terhadap brand sampai dengan kebanggaan terhadap brand. Kebanyakan pengaruh dari feel ini terasa saat customer mengkonsumsi produk. Yang diperlukan dalam FEEL Marketing adalah pengetahuan yang mendalam terhadap stimulus yang dapat memacu emosi tertentu dari customer.

THINK
THINK Marketing menarik intelektualitas/pikiran dengan tujuan menciptakan kesadaran, pengalaman memecahkan masalah yang mengikutsertakan customer secara kreatif. THINK Marketing mengikutsertakan pikiran yang terfokus maupun yang menyebar dari customer melalui kejutan, intrik dan provokasi.

ACT
ACT Marketing bertujuan untuk mempengaruhi pengalaman lahiriah, gaya hidup dan interaksi. ACT Marketing memperkaya kehidupan customer dengan meningkatkan pengalaman secara fisik, menunjukkan cara lain dalam melakukan sesuatu, gaya hidup alternatif dan interaksi yang lain.

RELATE
RELATE Marketing terdiri dari aspek-aspek SENSE, FEEL, THINK dan ACT Marketing. Namun RELATE Marketing berkembang melebihi pribadi seseorang, perasaan seseorang, pengalaman seseorang dan menghubungkan seseorang kepada sendiri, orang lain atau dengan budayanya.


Sumber Bacaan

Bernd H. Schmitt, Experiential Marketing, How to get Customer to Sense, Feel, Think, Act, Relate to Your Company and Brands, 1999, The Free Press, New York

Hermawan Kartajaya, dkk, Marketing in Venus, 2003, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

1 comment:

Herry Hidayat said...

Yth Bp Wahyudi Darmawan, saya izin untuk menjadikan tulisan bapak ini menadi slah satu referensi skripsi saya, terima kasih