Monday, January 31, 2011

Pendekatan Baru Branding : From Brand Recognition to Brand Name

“Panggilannya Gudang Garam Filter, namanya Gudang Garam International Pria Punya Selera”
Itulah sederet kalimat di print ad salah satu produk rokok di harian Kompas (31/01/2011) halaman 29.
Ya, produsen rokok tersebut mencoba menyederhanakan brand mereka dengan sebutan keseharian konsumennya, karena jarang orang yang nyebut Gudang Garam International pada saat membeli rokok tersebut. Di Medan bahkan orang cukup menyebut GP untuk membeli rokok merek tersebut. Kurang jelas asal usul nama GP tersebut, mungkin diilhami dari Gudang Garam Filter yg diucapkan "Pilter" sehingga disingkat menjadi GP. Terlepas dari penyebutan nama produk atau brand yang disederhanakan oleh konsumen tersebut pada prinsipnya seorang brand manager harus jeli dalam menentukan brandnya, tidak hanya fokus pada nama, simbol dan value yang akan diusung oleh brand tersebut, tetapi pengucapan dan penyebutan yang mudah dan ear catching sangat penting.
Beberapa brand manager cukup jeli dan akhirnya justru mengubah brand name dari produknya menjadi seperti kebiasaan masayarakat menyebut brand tersebut. Plaza semanggi yang kemudian bermetamorfosa menjadi "Plangi", Senayan City yang lebih enak disebut "Senci", Metropolitan Mall sudah jarang disebut dan menjadi "Metmall".
Jika dilihat dari brand management pendekatan seperti pada beberapa kasus tersebut di atas sepertinya tidak umum, karena dalam brand management, brand dirancang, dilahirkan dan diberi nama untuk kemudian dikomunikasikan agar dikenal luas, disebut dan akhirnya dikonsumsi berulang yg berujung pada loyalitas pada brand tersebut. Pendekatan mengubah brand name menjadi "panggilan" yang lebih sederhana boleh dikatakan berkebalikan dengan konsep brand management, dimana brand sebuah produk justru diadopsi dari penyebutan customer terhadap brand tersebut. Pendekatan dari brand recognition menjadi brand name, bukan dari brand name menjadi brand recognition seperti layaknya teori brand management.
Di satu sisi fenomena perubahan brand name menjadi brand recognition ini adalah bentuk partisipasi konsumen dalam mengembangakn brand di era horizontal marketing. Karena di era horizontal marketing, individu atau konsumen menjadi sangat powerful untuk mempengaruhi produsen karena dukungan media-media social berbasis internet yang mendukung konsumen untuk menyuarakan aspirasinya. Dan jika produsen jeli melihatnya maka suara konsumen yang berkolaborasi dengan produsen (co-creation) ini akan sangat powerful.
Dalam kasus Gudang Garam di atas, sepertinya brand manager GG mulai tersadar bahwa utk menyebut produk mereka Gudang Garam International jauh lebih sulit jika dibanding dg sebutan Gudang Garam Filter maupun sebutan lainnya seperti GP. Selain itu Gudang Garam juga menyadari bahwa di era horizontal marketing, keterlibatan (co creation) dari customer dalam membangun merek sangat penting, sehingga GG berupaya untuk mengadopsi brand recognition menjadi brand name.
Namun apakah GG hanya cukup mengkomunikasikan nama (brand name) vs panggilan (brand recognition)? Karena jika mengkomunikasikan “panggilan” dan “nama” saja justru akan membingungkan customer, karena seolah2 ada beberapa produk Gudang garam International. Dan effort komunikasinya pun akan lebih mahal, karena harus melakukan edukasi lebih intens. Apa yang seharusnya dilakukan?
Menurut saya lebih elok jika GG konsisten utk mengkomunikasikan dan merubah brand recognition tersebut menjadi brand name. Tidak perlu susah susah mengkomunikasikan "panggilan" dan "nama" utk Gudang Garam International, cukup diganti dengan "Gudang Garam Filter". Dengan mengganti sekaligus brand name nya menjadi Gudang Garam Filter (yang selama ini sudah cukup dikenal) upaya untuk membangun brand nya akan lebih mudah.
Hal ini sejalan dengan apa yg dilakukan oleh Sampoerna ketika merejuvenate Sampoerna Hijau. Awalnya sebagai sebuah brand Sampoerna Kretek dg kemasan hijau disebut sebagai Sampoerna A Kretek. Namun karena di masyarakat rokok tersebut lebih dikenal karena warna bungkusnya yg hijau, maka nama produk "Sampoerna A Kretek" lebih terkenal sebagai "Sampoerna Hijau". Akhirnya Sampoerna menyadari hal tersbut dan mulai merubah dan mengkomunikasikan produknya menjadi "Sampoerna Hijau" dan hasilnya produk yg hampir mati tersebut bisa tumbuh dan bangkit lagi.

Selamat datang era horizontal marketing, selamat datang co creation…

No comments: