Moment kenaikan harga BBM bagi masayrakat secara umum merupakan hal yang “tidak mengagetkan” karena kebijakan tersebut telah berulang kali ditempuh oleh pemerintah untuk mengurangi beban subsidi dalam komponen APBN negara kita. Sebagaiamana pada tanggal 1 Oktober 2005 ketika pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM yang besarnya hampir 2 kali lipat dari harga sebelumnya. Maka reaksi yang ditempuh oleh sebagaina masyarakat hanyalah mengantri di SPBU terdekat untuk memperoleh BBM dengan harga lama atau sebagain kecil masyarakat yang melakukan demontrasi dan sebagain besar lainnya hanya mengumpat dalam hati.
Bagi kalangan industri kenaikan harga BBM tersebut jelas membawa dampak pada kinerja industri. Salah satunya adalah industri otomotif yang terkena dampak paling besar. Menurut data Gaikindo, pada bulan November 2005 penjualan mobil di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 26.121 unit, lebih rendah 34,4% dari total penjualan bulan Oktober 2005 yang mencapai 35.103 unit.
Memanfaatkan kenaikan harga dan untuk mengurangi dampak penjualan agar tidak terjun bebas, Honda dan Toyota menggunakan moment tersebut dengan mengkampanyekan mobilnya sebagai mobil yang hemat bahan bakar. Honda memasang iklan besar-besar di koran dengan logo H yang berarti Hemat. Sedangkan Toyota mengeluarkan produk New Vios dengan tag line Fuelsaver & Speedmaker.
Jika dilihat dari perspektif marketing, keduanya telah melakukan repositioning sebagai upaya merespon pasar yang ada. Sebelumnya Honda lebih dipersepsikan sebagai mobil yang inovatif dan Toyots sebagai mobil yang terjangkau. Strategi repositioning tersebut ternyata cukup ampuh untuk mendongkrak penjualan. Pada bulan November 2005 lalu PT Honda Prospect Motor (HPM) berhasil mencatat angka penjualan 3.114 unit, atau meningkat 10,5% dibanding bulan sebelumnya yang sebanyak 2.819 unit. Jumlah tersebut menambah total penjualan Honda di tahun 2005 menjadi 51.886 unit, dengan pangsa pasar 10,4% dari pasar otomotif nasional.Sedangkan Toyota Astra Motor sampai dengan saat ini menguasai pangsa pasar 30 persen atau naik sedikit dari 29,4 persen pangsa pasar tahun 2004.
Pertarungan kedua merek otomotif tersebut sepertinya akan semakin ketat di tahun 2006, terutama untuk kelas sedan menengah ke bawah, yang mengandalkan konsumsi bahan bakar yang hemat. Teknologi Hybrid sepertinya juga akan menjadi topik utama persaingan industri otomotif tahun 2006. Kita tunggu saja.
Thursday, December 29, 2005
Monday, December 26, 2005
A Mild dan Strategi Contextual Marketing
Jika beberapa waktu yang lalu kita kebetulan lewat jalan Gatot Subroto di JPO dekat semanggi terdapat banner dengan kalimat yang cukup menggelitik, yaitu “Tidur, Mimpi dan Naik Gaji” dengan gambar seorang berbaju safari dan memakai jam mewah sedang tertidur pulas dan tersenyum mengembang di kursi empuknya. Atau saat ini kita sering menjumpai billboard besar dengan tulisan yang cukup menggelitik yaitu dengan kalimat “Banjir kok Jadi Tradisi” dan sebuah karangan bunga yang bertuliskan “”Selamat Datang Banjir Bandang” serta dilengkapi dengan quote “Tanya Kenapa”.
Sekilas orang akan menilai bahwa billboard tersebut adalah iklan rokok A Mild dari Sampoerna, karena di setiap billboard maupaun media komunikasi lainnya A Mild selalu menampilkan quote ”Tanya Kenapa” sebagai brand tag linenya. Salah satu konsistensi Sampoerna dalam mengkomunikasikan produk rokoknya ini sangat ampuh menciptakan asosiasi terhadapa A Mild.
Selain itu, hal yang lebih penting adalah bahwa A Mild menggunakan strategi kontekstual marketing dalam mengkampanyekan produknya sejak muncul pertama kali dengan tag line Bukan Basa Basi, yaitu dengan memanfaatkan konteks yang ada di lingkungan perusahaan sebagai tema kampanye A Mild. Pada saat bulan puasa, A Mild dengan cantiknya mengeluarkan iklan dengan tag line “saatnya malu pada yang di atas” atau “giliran ditutup langsung pada buka”. Kemudian yang terbaru yaitu “Tidur Mimpi dan Naik Gaji” yang keluar pada saat isu kenaikan gaji DPR merebak. Kemudian ketika mendekati musim hujan, dan kebiasaan Jakarta yang menjadi langganan banjir, maka A Mild dengan menggelitik mengeluarkan tag line “Banjir kok Jadi Tradisi”. Konsistensi A Mild dalam mengkomunikasikan produknya dengan memanfaatkan konteks yang ada tersebut sangat ampuh dan menjadikan A Mild sebagai market leader untuk produk LTLN (Low Tar Low Nicotine). Dan pilihan A Mild tersebut boleh dikatakan sangat cerdas, mengingat bahwa keterbatasan komunikasi produk rokok yang secara ketat diatur oleh pemerintah. Dengan memanfaatkan konteks tersebut maka target pasar akan dengan sangat mudah menangkap pesan A Mild.
Konteks dapat didefinisikan sebagai salah satu faktor eksternal yang tidak dapat diubah oleh company. Contoh konteks yang umum adalah adanya kebijakan pemerintah dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan hukum atau kejadian-kejadian di luar entity yang mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung kepada entity. Sebagai salah satu factor eksternal yang unpredictable dan uncontrollable, maka sebuah perusahaan harus mampu memanfaatkan context tersebut sebaik mungkin untuk memasarkan produknya.
Sekilas orang akan menilai bahwa billboard tersebut adalah iklan rokok A Mild dari Sampoerna, karena di setiap billboard maupaun media komunikasi lainnya A Mild selalu menampilkan quote ”Tanya Kenapa” sebagai brand tag linenya. Salah satu konsistensi Sampoerna dalam mengkomunikasikan produk rokoknya ini sangat ampuh menciptakan asosiasi terhadapa A Mild.
Selain itu, hal yang lebih penting adalah bahwa A Mild menggunakan strategi kontekstual marketing dalam mengkampanyekan produknya sejak muncul pertama kali dengan tag line Bukan Basa Basi, yaitu dengan memanfaatkan konteks yang ada di lingkungan perusahaan sebagai tema kampanye A Mild. Pada saat bulan puasa, A Mild dengan cantiknya mengeluarkan iklan dengan tag line “saatnya malu pada yang di atas” atau “giliran ditutup langsung pada buka”. Kemudian yang terbaru yaitu “Tidur Mimpi dan Naik Gaji” yang keluar pada saat isu kenaikan gaji DPR merebak. Kemudian ketika mendekati musim hujan, dan kebiasaan Jakarta yang menjadi langganan banjir, maka A Mild dengan menggelitik mengeluarkan tag line “Banjir kok Jadi Tradisi”. Konsistensi A Mild dalam mengkomunikasikan produknya dengan memanfaatkan konteks yang ada tersebut sangat ampuh dan menjadikan A Mild sebagai market leader untuk produk LTLN (Low Tar Low Nicotine). Dan pilihan A Mild tersebut boleh dikatakan sangat cerdas, mengingat bahwa keterbatasan komunikasi produk rokok yang secara ketat diatur oleh pemerintah. Dengan memanfaatkan konteks tersebut maka target pasar akan dengan sangat mudah menangkap pesan A Mild.
Konteks dapat didefinisikan sebagai salah satu faktor eksternal yang tidak dapat diubah oleh company. Contoh konteks yang umum adalah adanya kebijakan pemerintah dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan hukum atau kejadian-kejadian di luar entity yang mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung kepada entity. Sebagai salah satu factor eksternal yang unpredictable dan uncontrollable, maka sebuah perusahaan harus mampu memanfaatkan context tersebut sebaik mungkin untuk memasarkan produknya.
Wednesday, December 21, 2005
Monday, December 19, 2005
Melihat Persaingan Produk Tabungan Di Indonesia
Dunia perbankan sekarang memasuki era baru persaingan, bahkan kalangan analis perbankan menyebut persaingan di bisnis ini hampir tanpa batas (boundarriess) dan tidak mengenal tempat (nowhere) atau hypercompetition, dimana pertarungan antar perbankan sudah ”saling mematikan”, market yang ada tidak bertambah secara signifikan, sehingga ketika terjadi peningkatan market oleh satu perbankan pasti akan mengurangai market perbankan yang lain. Persaingan bentuk ini dipicu oleh adanya revolusi teknologi informasi yang telah mentransformasikan pasar perbankan, terutama tabungan, sehingga semua pemain di bisnis ini memiliki sejumlah besar alternatif untuk bersaing secara lebih strategis dan kuat.
Peluang bisnis banyak tercipta dari adanya perkembangan teknologi. Pemasaran sebagai sebuah proses yang sangat dinamis juga terimbas dengan adanya perkembangan teknologi.
Menurut Bernd Schmitt beberapa trend yang merebak, yang mempengaruhi paradigma pemasaran tersebut antara lain : (1) kehadiran teknologi informasi (IT), (2) pentingnya sebuah merek (brand) dan (3) menggejalanya fenomena komunikasi dan hiburan yang terintegrasi.
Faktor yang dirasa sangat besar pengaruhnya terhadap persaingan perbankan adalah kehadiran dan perkembangan teknologi informasi (IT) yang sangat pesat.
Perkembangan teknologi yang sangat pesat tersebut memicu perbankan untuk mengembangkan produk yang berbasis teknologi dan berorientasi pada customer (customer oriented)
Prinsip dasar pendekatan customer oriented terletak kepada kualitas pelayanan dan inovasi produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Karena itu, Lembaga perbankan saat ini berlomba-lomba meningkatkan features produk maupun kualitas layanannya serta memberikan pelayanan (service) secara individual lewat produk-produk yang disesuaikan dengan kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan harapan (expectation) masing-masing individu pelanggan, database pelanggan yang selalu diperbaharui, komunikasi dua arah yang interaktif (bank dengan pelanggan, penyempurnaan infrastruktur, bahkan aliansi strategis dengan bank pesaingnya) bukan hal aneh lagi, yang semuanya bermuara kepada tercapainya kepuasan pelanggan dan akhirnya akan membentuk loyalitas pelanggan.
Persaingan produk Tabungan di Indonesia saat ini sangat ketat, dan didominasi oleh beberapa produk tabungan seperti Taplus BNI, Tabungan Mandiri, tahapan BCA, Simpedes dan BritAma.
Pada periode September 2004 s/d September 2005 terlihat adanya kecenderungan penurunan market share tabungan hampir semua bank, hanya BRI (BritAma dan Simpedes) yang mampu mencatat pertumbuhan positif market share, bahkan BritAma mengalami pertumbuhan market share yang paling tinggi yaitu 0.46 %. Bank Danamon mengalami penurunan market share tertinggi sebesar - 0.76 %. Persaingan produk tabungan sepertinya sudah mengarah kepada hypercompetition dan menonjolkan fitur dan teknologi.
Tumbuhnya market share BritAma disebabkan beberapa faktor antara lain :
1. Kepercayaan masyarakat terhadap BRI secara keseluruhan semakin besar. Kondisi ekonomi 2005 yang kurang menguntungkan membuat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan menurun. Namun mengingat BRI sebagai salah satu bank yang telah terbukti kebal krisis dan mengalami pertumbuhan bisnis yang cukup tinggi mampu mendorong tingkat kepercayaan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari tingginya pertumbuhan dana yang diperoleh oleh BRI melalui tabungan, yang mencapai Rp 2, 721 T atau 28 % dari total pertumbuhan dana nasional sebesar Rp 9,752 T.
2. Penambahan jumlah unit kerja (delivery channel) on line yang cukup besar, yaitu sampai dengan pertengahan tahun 2005 sudah mencapai 1.100 unit kerja on line menjadikan pertumbuhan dana dalam bentuk tabungan di BRI semakin tinggi.
3. Penyediaan fasilitas dan fitur tabungan yang cukup lengkap dan mampu bersaing dengan perbankan lainnya.
Pada bulan September 2005, dana masyarakat dalam bentuk tabungan secara nasional tumbuh sebesar Rp 9,752 T (15,40 %) dari posisi September 2004. Pertumbuhan penghimpunan dana dalam bentuk tabungan tersebut disebabkan beberapa hal antara lain :
Pertama, diversifikasi produk tabungan yang sangat beragam sehingga mampu mencukupi kebutuhan nasabah. Munculnya produk bancassurance yang merupakan gabungan produk tabungan dan asuransi mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam meningkatkan pertumbuhan tabungan. Kedua, selain itu pertumbuhan sektor keuangan mikro juga mendorong tumbuhnya tabungan secara nasional. Dana dalam bentuk Simpedes BRI yang merupakan Lembaga Keuangan Mikro mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 3.18 %.
Ketiga, perbankan mulai mengandalkan tabungan sebagai core funding sebagai upaya untuk menekan cost of fund. Seiring dengan meningkatnya BI rate dan tingginya tingkat inflasi, perbankan mau tidak mau harus meningkatkan suku bunga baik pinjaman maupun simpanan untuk memperoleh margin positif. Dengan semakin rendahnya cost of fund diharapkan perbankan mampu memberikan suku bunga pinjaman yang kompetitif.
Keempat, runtuhnya reksa dana pada pertengahan tahun 2005, yang ditandai dengan redemption besar-besaran, kemungkinan besar mampu mengalihkan dana masyarakat dari Reksa Dana ke Tabungan. dan kelima adalah aktivitas komunikasi pemasaran yang cukup gencar untuk produk Tabungan. Beberapa bank yang memiliki market share cukup kecil seperti Bank Mega, Bank Panin dan NISP melakukan komunikasi pemasaran cukup gencar, dan memperoleh pertumbuhan dana yang cukup tinggi (Bank Mega tumbuh 6,23 %, Bank Panin 9,36 % dan NISP tumbuh 26,17 %).
Secara umum dana pihak ketiga pada periode September 2004 s/d September 2005 mengalami pertumbuhan sebasar Rp 154,910 T atau 16,69 %, dimana pertumbuhan tertinggi dialami oleh Deposito sebesar Rp 111,305 T (27,05 %)
Sampai dengan bulan Oktober 2005, dana pihak ketiga mengalami pertumbuhan negatif atau turun sebesar Rp 5,361 T (-0,49 %) dari posisi September 04. Simpanan dalam bentuk Tabungan mengalami pertumbuhan negatif, atau turun Rp 7,558 T (-2,69 %). Dari ketiga bentuk simpanan masyarakat, hanya Deposito yang mengalami pertumbuhan positif, yaitu sebesar Rp 11,543 T (2,19 %), dan Giro mengalami penurunan tertinggi sebesar Rp 9,240 T (3,33 %) Hal tersebut disebabkan beberapa faktor antara lain pada bulan oktober 2005 terjadi kenaikan harga BBM yang menyebabkan tingginya inflasi mencapai 8,7 % mengakibatkan pemerintah menerapkan kebijakan uang ketat (tight money policy) dengan meningkatkan giro wajib minimum sebesar 15 % dari dana perbankan. Peningkatan GWM tersebut mengakibatkan simpanan masyarakat di perbankan mengalami penurunan sebesar Rp 5,361 T (0,49 %). Selain itu peningkatan simpanan dalam bentuk deposito disebabkan adanya kenaikan suku bunga simpanan mengakibatkan perpindahan dana masyarakat dari Tabungan/Giro ke Deposito yang memberikan suku bunga lebih tinggi, mencapai 13,5 % per tahun.
Tahun 2006 seperti diprediksikan oleh BI, pertumbuhan ekonomi akan mencapai 5,5 % dan persaingan perebutan dana seperti dilansir oleh Kompas (Sabtu, 17 Desember 2005) akan mengarah kepada tabungan, mengingat tingginya suku bunga deposito. Persaingan antar bank dalam menghimpun dana dalam bentuk tabungan juga akan semakin ketat, dan lebih menonjolkan pada fitur tabungan serta hadiah.
Subscribe to:
Posts (Atom)