Dunia perbankan sekarang memasuki era baru persaingan, bahkan kalangan analis perbankan menyebut persaingan di bisnis ini hampir tanpa batas (boundarriess) dan tidak mengenal tempat (nowhere) atau hypercompetition, dimana pertarungan antar perbankan sudah ”saling mematikan”, market yang ada tidak bertambah secara signifikan, sehingga ketika terjadi peningkatan market oleh satu perbankan pasti akan mengurangai market perbankan yang lain. Persaingan bentuk ini dipicu oleh adanya revolusi teknologi informasi yang telah mentransformasikan pasar perbankan, terutama tabungan, sehingga semua pemain di bisnis ini memiliki sejumlah besar alternatif untuk bersaing secara lebih strategis dan kuat.
Peluang bisnis banyak tercipta dari adanya perkembangan teknologi. Pemasaran sebagai sebuah proses yang sangat dinamis juga terimbas dengan adanya perkembangan teknologi.
Menurut Bernd Schmitt beberapa trend yang merebak, yang mempengaruhi paradigma pemasaran tersebut antara lain : (1) kehadiran teknologi informasi (IT), (2) pentingnya sebuah merek (brand) dan (3) menggejalanya fenomena komunikasi dan hiburan yang terintegrasi.
Faktor yang dirasa sangat besar pengaruhnya terhadap persaingan perbankan adalah kehadiran dan perkembangan teknologi informasi (IT) yang sangat pesat.
Perkembangan teknologi yang sangat pesat tersebut memicu perbankan untuk mengembangkan produk yang berbasis teknologi dan berorientasi pada customer (customer oriented)
Prinsip dasar pendekatan customer oriented terletak kepada kualitas pelayanan dan inovasi produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Karena itu, Lembaga perbankan saat ini berlomba-lomba meningkatkan features produk maupun kualitas layanannya serta memberikan pelayanan (service) secara individual lewat produk-produk yang disesuaikan dengan kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan harapan (expectation) masing-masing individu pelanggan, database pelanggan yang selalu diperbaharui, komunikasi dua arah yang interaktif (bank dengan pelanggan, penyempurnaan infrastruktur, bahkan aliansi strategis dengan bank pesaingnya) bukan hal aneh lagi, yang semuanya bermuara kepada tercapainya kepuasan pelanggan dan akhirnya akan membentuk loyalitas pelanggan.
Persaingan produk Tabungan di Indonesia saat ini sangat ketat, dan didominasi oleh beberapa produk tabungan seperti Taplus BNI, Tabungan Mandiri, tahapan BCA, Simpedes dan BritAma.
Pada periode September 2004 s/d September 2005 terlihat adanya kecenderungan penurunan market share tabungan hampir semua bank, hanya BRI (BritAma dan Simpedes) yang mampu mencatat pertumbuhan positif market share, bahkan BritAma mengalami pertumbuhan market share yang paling tinggi yaitu 0.46 %. Bank Danamon mengalami penurunan market share tertinggi sebesar - 0.76 %. Persaingan produk tabungan sepertinya sudah mengarah kepada hypercompetition dan menonjolkan fitur dan teknologi.
Tumbuhnya market share BritAma disebabkan beberapa faktor antara lain :
1. Kepercayaan masyarakat terhadap BRI secara keseluruhan semakin besar. Kondisi ekonomi 2005 yang kurang menguntungkan membuat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan menurun. Namun mengingat BRI sebagai salah satu bank yang telah terbukti kebal krisis dan mengalami pertumbuhan bisnis yang cukup tinggi mampu mendorong tingkat kepercayaan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari tingginya pertumbuhan dana yang diperoleh oleh BRI melalui tabungan, yang mencapai Rp 2, 721 T atau 28 % dari total pertumbuhan dana nasional sebesar Rp 9,752 T.
2. Penambahan jumlah unit kerja (delivery channel) on line yang cukup besar, yaitu sampai dengan pertengahan tahun 2005 sudah mencapai 1.100 unit kerja on line menjadikan pertumbuhan dana dalam bentuk tabungan di BRI semakin tinggi.
3. Penyediaan fasilitas dan fitur tabungan yang cukup lengkap dan mampu bersaing dengan perbankan lainnya.
Pada bulan September 2005, dana masyarakat dalam bentuk tabungan secara nasional tumbuh sebesar Rp 9,752 T (15,40 %) dari posisi September 2004. Pertumbuhan penghimpunan dana dalam bentuk tabungan tersebut disebabkan beberapa hal antara lain :
Pertama, diversifikasi produk tabungan yang sangat beragam sehingga mampu mencukupi kebutuhan nasabah. Munculnya produk bancassurance yang merupakan gabungan produk tabungan dan asuransi mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam meningkatkan pertumbuhan tabungan. Kedua, selain itu pertumbuhan sektor keuangan mikro juga mendorong tumbuhnya tabungan secara nasional. Dana dalam bentuk Simpedes BRI yang merupakan Lembaga Keuangan Mikro mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 3.18 %.
Ketiga, perbankan mulai mengandalkan tabungan sebagai core funding sebagai upaya untuk menekan cost of fund. Seiring dengan meningkatnya BI rate dan tingginya tingkat inflasi, perbankan mau tidak mau harus meningkatkan suku bunga baik pinjaman maupun simpanan untuk memperoleh margin positif. Dengan semakin rendahnya cost of fund diharapkan perbankan mampu memberikan suku bunga pinjaman yang kompetitif.
Keempat, runtuhnya reksa dana pada pertengahan tahun 2005, yang ditandai dengan redemption besar-besaran, kemungkinan besar mampu mengalihkan dana masyarakat dari Reksa Dana ke Tabungan. dan kelima adalah aktivitas komunikasi pemasaran yang cukup gencar untuk produk Tabungan. Beberapa bank yang memiliki market share cukup kecil seperti Bank Mega, Bank Panin dan NISP melakukan komunikasi pemasaran cukup gencar, dan memperoleh pertumbuhan dana yang cukup tinggi (Bank Mega tumbuh 6,23 %, Bank Panin 9,36 % dan NISP tumbuh 26,17 %).
Secara umum dana pihak ketiga pada periode September 2004 s/d September 2005 mengalami pertumbuhan sebasar Rp 154,910 T atau 16,69 %, dimana pertumbuhan tertinggi dialami oleh Deposito sebesar Rp 111,305 T (27,05 %)
Sampai dengan bulan Oktober 2005, dana pihak ketiga mengalami pertumbuhan negatif atau turun sebesar Rp 5,361 T (-0,49 %) dari posisi September 04. Simpanan dalam bentuk Tabungan mengalami pertumbuhan negatif, atau turun Rp 7,558 T (-2,69 %). Dari ketiga bentuk simpanan masyarakat, hanya Deposito yang mengalami pertumbuhan positif, yaitu sebesar Rp 11,543 T (2,19 %), dan Giro mengalami penurunan tertinggi sebesar Rp 9,240 T (3,33 %) Hal tersebut disebabkan beberapa faktor antara lain pada bulan oktober 2005 terjadi kenaikan harga BBM yang menyebabkan tingginya inflasi mencapai 8,7 % mengakibatkan pemerintah menerapkan kebijakan uang ketat (tight money policy) dengan meningkatkan giro wajib minimum sebesar 15 % dari dana perbankan. Peningkatan GWM tersebut mengakibatkan simpanan masyarakat di perbankan mengalami penurunan sebesar Rp 5,361 T (0,49 %). Selain itu peningkatan simpanan dalam bentuk deposito disebabkan adanya kenaikan suku bunga simpanan mengakibatkan perpindahan dana masyarakat dari Tabungan/Giro ke Deposito yang memberikan suku bunga lebih tinggi, mencapai 13,5 % per tahun.
Tahun 2006 seperti diprediksikan oleh BI, pertumbuhan ekonomi akan mencapai 5,5 % dan persaingan perebutan dana seperti dilansir oleh Kompas (Sabtu, 17 Desember 2005) akan mengarah kepada tabungan, mengingat tingginya suku bunga deposito. Persaingan antar bank dalam menghimpun dana dalam bentuk tabungan juga akan semakin ketat, dan lebih menonjolkan pada fitur tabungan serta hadiah.
No comments:
Post a Comment