Friday, October 23, 2009

Nasi Kucing di Star Mart : Membidik Price Oriented atau Experience Seeker

Siang kemarin ketika saya menjalankan rutinitas di tengah hari, mencari pengisi perut, saya melihat sebuah tulisan yang tertempel di pintu kaca star mart - convenience store di belakang kantor yang masih satu kompleks dg gedung tempat saya bekerja- yg berbunyi 'Nasi Murah Rp 3.000,-. Kebetulan siang itu saya makan mendampingi bos (bahasa halus utk ditraktir) dan setelah makan siang boss saya masuk ke star mart utk membeli sesuatu, maka keingin tahuan saya tentang nasi murah tersebut saya tanyakan ke kasir. 
Dan saya lumayan terkejut ternyata nasi murah tersebut sama dengan nasi kucing di warung angkringan di Jogja atau Solo. Dengan kemasan yang agak berbeda dibentuk menjadi semacam kerucut, tetapi contentnya sama yaitu nasi dg sambal, tempe kering dan sedikit suwiran daging, dan porsi yg cukup 'sekali hap'. Kemudian saya lanjutkan bertanya dari mana nasi kucing tersebut, ternyata ada supplier yg nitip jualan di situ. Sesuatu yang cukup aneh dan banyak menimbulkan pertanyaan lainnya, seperti kepada siapa sebenarnya target penjuaalan nasi kucing di lokasi yg terletak di komplek perkantoran yang nota bene sebagian besar adalah karyawan. 
Apakah nasi kucing ini ditujukan kepada segment 'price oriented' atau segmen 'experience seeker'.
Jika membidik target segmen price oriented - yang hanya mencari harga murah- maka pemilihan lokasi yang berada di kompleks perkantoran dan dijual di convinience store saya rasa tidak sesuai, karena Pertama : Orang-orang yang bekerja di sekitar lokasi kemungkinan besar adalah bukan segmen price oriented tetapi value oriented - yg melakukan pembelian berdasar perhitungan total give (price +other expense) dan total get (functional benefit + emotional benefit). Karena di sekitar lokasi tersedia tempat makan dg harga yg 'tidak murah' namun tetap laris.
Kedua jika dilihat dari ukuran segmen price oriented di sekitar lokasi pasti ukurannya sangat kecil karena jika ada segmen price oriented kemungkinan besar berasal dari OB, cleaning service dan lower level lainnya atau tukang ojek di sekitar lokasi. Namun jika dilihat lokasi star mart juga tidak jauh dari pasa traditional yg menyediakan beraneka ragam pilihan makanan dan kebutuhan lainnya, dan segmen price oriented pastinya lebih memilih berbelanja ke pasar. Karena harga kebutuhan maupun harga nasi kucing di pasar pasti lebih murah.
Ketiga, Jika star mart mengadopsi konsep cross merchandising/cross selling maka sekali lagi segmen yg dibidik berbeda dg segmen produk yg dijual star mart. Produk nasi kucing membidik segmen price seeker, produk star mart membidik segmen value oriented. Maka strategi ini justru membingungkan customer.

Jika star mart membidik segmen experience seeker, maka ada satu hal yang harus menjadi pertimbangan, yaitu sebagai sebuah produk yg termasuk experience provider, nasi kucing akan lebih pas jika dijual dengan konsep angkringan dan dinikmati bersama the jahe anget, ditemani gorengan yg dibakar. Menyediakan nasi kucing dg how to offer yg ada di star mart tidak sejalan dengan konsep experience provider.

 Jadi sebenarnya nasi kucing murah di star mart ditujukan buat siapa??? Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang.

Monday, October 05, 2009

Warung Klangenan : Memorable Experience Provider

Mudik lebaran, mudik tahun baru atau musim liburan, saatnya omset warung makan atau restoran klangenan meningkat. Mudik atau liburan tidak bisa lepas dari kebiasaan wisata kuliner, dan wisata kuliner selalu dilakukan di tempat-tempat yang nggak biasa, warung bakmi dengan antrian lebih dari 2 jam, makan soto sambil tergesa-gesa karena ditungguin pelanggan berikutnya, makan bestik di warung kaki lima dengan tenda yang sudah lusuh di pinggir jalan di atas got, antri makan mie dengan sambutan sapaan galak dari penjualnya.
Menarik mencermati fenomena warung klangenan, karena pemiliknya sepertinya tidak melakukan konsep marketing utk memasarkan produknya, tetapi mereka tetap exist dan long lasting. Warung makan klangenan sebagian besar malah justru tidak berinovasi dan mempertahankan keasliannya kalau tidak mau dibilang kekunoannya.Ya mungkin cocok untuk warung yg positioningnya klangenan.Karena dengan inovasi justru kadang pelanggan malah pergi. Ambil contoh Mie Kadin di Jogja. Selama ini kalo orang akan menikmati mie jawa experience utamanya adalah menunggu antrian yang bisa mencapai 20 s/d 30 orang. Karena setiap porsi dimasak sangat customized dan hanya memakai 1 buah anglo dengan koki 1 orangg. Mie Kadin merubah konsep pelayanan mie jawanya dengan menambah jumlah tungku dan koki dengan harapan mempercepat proses sehingga mengurangi antrian, mengadopsi konsep fast food yang 'lebih cepat lebih baik'.
Tapi perubahan operasional bakmi kadin justru menimbulkan keraguan dari pelanggan. Pelanggan mulai bertanya pasti rasanya berubah, karena kokinya bukan yang dulu atau racikannya berbeda.Ya jika melihat case dari bakmi kadin, sebenarnya orang ingin menikmati bakmi jawa yang customized adalah ingin membeli 'antrian' yang lama, ingin membeli suasana menunggu mie dimasak dalam anglo dengan kipas tradisional, ingin menikmati teh atau jeruk yg dipesan panas tapi diminum sudah dingin dsb. Sehingga warung-warung klangenan mencoba mempertahankan keasliannya. Harjo bestik yang tetap warung kaki lima dengan tenda kumuh di pinggir jalan Dr Rajiman Solo, Bakmi Jombor Jogja yang penjualnya tetep galak, Soto Gading Solo yang hanya jual soto ayam saja.
Selain karena mempertahankan keasliannya, mengapa warung2 ini tetap ramai dan banyak dicari walaupun tidak ada aktivitas marketing communicationnya?
1. Warung klangenan menawarkan experience yang tidak bisa dibeli di tempat lain, dan bagi sebagian orang makan di warung klangenan adalah seperti napak tilas memori jaman susah, memori masa indah kuliah, memori masa indah di kampung halaman dan berbagai macam alasan memorable experience lainnya yang mengajak kita untuk terus dan terus menikmati warung klangenan.
2. Kekuatan dari Word of Mouth sangat besar. Sebagian besar penikmat warung klangenan mengetahui tempat wisata kuliner berdasar referensi dr teman atau saudara.
3. Warung klangenan memiliki nilai berita yang tinggi sehingga aktivitas Public Relation dilakukan secara sukarela oleh media. Buku dan majalah yang mengulas mengenai warung klangenan cukup banyak beredar, dan mereka tidak dibayar untuk menampilkan liputan mengenai warung klangenan. Karena buku dan majalah tersebut akan laris terjual dengan sendirinya.
4. Warung Klangenan memiliki keunikan masing-masing. Paku sebagai pengganti lidi untuk pembungkus mie di Bakmi P Rebo Jogja, Sate dengan tusuk dari Jeruji sepeda di Sate Klathak Imogiri, Orkes Kroncong di Bakmi Kadin dan SGPC Bu Wiryo, open air cafe di Cak Koting Jogja., Blusukan di Kampung untuk menikmati sepiring bakmi di Bakmi Mbah Mo Bantul, Soup bayem di SGPC Bu Wiryo, Makan gudeg dini hari dengan deru truk di dekat tempat duduk di Gudeg Ceker Solo, Kopi dengan celupan bara arang di Angkringan Lik Man Jogja.
5. Yang terakhir produknya memang berkualitas, meminjam istilah Butet Kertarejasa, rasa makanannya memang "cerdas", sehingga offering utama ini tidak sekedar dikemas dengan experience, tetapi produk memberikan experience tersendiri dari segi rasanya.

Kesimpulannya bahwa warung klangenan memang harus tetap menampilkan keasliannya tanpa merubahnya dg konsep inovasi, karena alasan utama pengunjung selain menikmati cita rasa yang "cerdas", experience menjadi faktor utama dalam memilih warung klangenan.
Selamat berwisata kuliner.....

Lebih Cepat Lebih Baik 1

Hari Jumat 1 Mei 2009 pukul 19.00 wib ada berita yang cukup menyita perhatian pemirsa TV di tanah air. Selain berita heboh keterlibatan Antasari Azhar dalam kasus pembunuhan Direktur Utama PT PRB, berita yang lebih heboh adalah pencalonan JK Wiranto menjadi Capres dan Cawapres dari koalisi besar. Jika beberapa jam sebelumnya koalisi besar mendeklarasikan kerjasama/koalisi diparlemen, maka pada pukul 19.00 JK dan Wiranto mendekalrasikan pencalonannya sebagai capres dan cawapres.Pasangan JK WIN adalah pasangan capres dan cawapres resmi yang pertama kali diumumkan ke publik. Partai Demokrat yang dari awal telah menetapkan kriteria calwapresnya pun sampai dengan saat ini belum mendeklarasikan capres dan cawapresnya. Luar biasa berani JK mendekalrasikan carpes dan cawapres ini, karena kalo dilihat dari hasil survey elektabilitas dan popularitas kedua tokoh ini masih sangat jauh di bawah SBY. Tetapi kenapa JK"nekat" mendahului pesaing-peaingnya? Jika dilihat dari perspektif komunikasi, JK WIN sepertinya ingin mengambil momentum dan menyelaraskan positioning yang selama kampanye pileg selalu didengungkan, Lebih Cepat, Lebih Baik.Positioning ini ingin diperkuat oleh JK sehingga diharapkan citra JK sebagai pemimpin yang lebih cepat dan lebih baik semakin meingkat. Hal ini karena setelah pisah ranjang dengan SBY, JK sepertinya kehilangan arah dan dinilai banyak pihak menjadi ragu-ragu untuk maju menjadi presiden. Kesan keraguan ini tidak hanya muncul dari luar partai Golkar sendiri, tetapi dari internal partai pun muncul perbedaan pendapat mengenai pencaloan JK sebagai presiden.Dengan segera meresmikan pasangan calon presiden dan wapres maka JK dan Golkar secara tidaklangsung menepis keraguan tersebut, serta semakin memantapkan positioningnya Lebih Cepat Lebih Baik.Langkah JK ini dirasa cukup strategis dan mengambil momentum yang tepat, mengingat saat ini alasan konstituen untuk memilih kepala daerah, caleg, presiden dan wakil presiden banyak dipengaruhi oleh image atau citra yang dibangun. Sehingga konsistensi dalam membangun citra tersebut diharapkan akan membuahkan hasil yang cukup bagus.