Selling dan Marketing. Apa perbedaan dari dua kata ini? Itulah pertanyaan yang sering dilontarkan oleh seorang tenaga penjual ataupun orang-orang yang bergelut di bidang pemasaran. Secara umum perbedaan utama antara marketing dan selling ada pada 4 dimensi, yaitu titik awal, fokus, sarana dan tujuan akhir. Secara umum marketing mempunyai cakupan yang lebih luas jika dibanding selling.
Dalam selling ada kaidah yang penting untuk dipahami, yaitu bahwa dalam menjual, hal yang kita jual adalah “3 Magics of you”, yaitu
1. Your Company. Perusahaan tempat kita bekerja merupakan modal utama kita untuk menjual dan merupakan sarana untuk mengetuk pintu.
2. Your Produk. Produk sebenarnya adalah inti dari apa yang akan dijual, namun keberhasilan untuk menjual produk tidak terlepas dari keberhasilan kita menjual perusahaan dan ‘you” yang terakhir.
3. Yourself. Yang paling penting pada saat kita menjual adalah penjualnya, atau yourself.
Karena sebagus apapun perusahaan dan produknya, jika penjualnya tidak bagus maka prospek tidak akan membeli. Untuk bisa “menjual diri” maka sebagai pribadi kita harus memiliki personality. Penampilan dan bahasa menjadi hal yang sangat penting untuk kita bias memiliki personality yang baik.
Dari sebuah survey yang dilakukan untuk mengetahui alasan penolakan terhadap asuransi, 60 % penolakan disebabkan oleh karena agen asuransinya, 20 % karena perusahaannya dan 20 % karena produknya. (Marketing In Venus – Hermawan Kartajaya & Yuswoday )
Mengingat ‘yourself’ atau penjual merupakan faktor utama dalam proses penjualan maka professional image sangat penting bagi seorang penjual. Sorang salesman harus mempunyai attitude yang baik, berpenampilan yang menarik, berperilaku sesuai tatanan sosial dan sopan santun yang ada.
Selain itu hal yang tidak kalah penting dimiliki oleh seoarang penjual adalah pemahaman mengenai proses penjualan (sales cycle). Dengan pemahaman ini diharapkan setiap tenaga penjual mampu melakukan aktivitas penjualannya dengan efektif.
Proses penjualan atau yang secara umum disebut sales cycle pada dasarnya terdiri dari 7 langkah yaitu :
1. Prospecting – Time to seek customer. Adalah kegiatan untuk mencari prospek. Yang dimaksud prospek adalah orang atau perusahaan yang memiliki potensi untuk memmbeli barang atau jasa yang kita miliki. Prospek harus selalu dicari karena berfungsi untuk meningkatkan penjualan dan mengganti prospek yang tidak closing. Dalam selling, prospecting adalah hal yang sangat penting, karena selling without prospecting is nothing.
2. Contacting/Make Appointment – time to meet customer. Setelah kita memiliki daftar prospek yang memadai, saatnya membuat appointment atau janji untuk bertemu dengan calon customer. Cara-cara untuk membuat appointment antara lain melalui telepon, email atau mengirimkan proposal penawaran.
3. Needs Analysis/Probing – time to know customer. Needs analysis diartikan juga sebagai probing atau fact finding, dimana kita mencoba menggali kebutuhan dari prospek kita sehingga kita bisa memberikan produk yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Inti dari probing adalah kita sebagai penjual banyak bertanya dan menggali informasi dari prospek. Probing merupakan langkah yang krusial dalam selling activity, mengingat jika kita bisa mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan dengan baik, maka kita bisa memberikan produk dan jasa yang tepat. Ada sebuah pepatah yang cukup menarik dalam probing, “sales yang baik adalah pendengar yang baik”. Banyak sales merasa hebat ketika mereka sangat pandai dalam melakukan presentasi dan menguasai product knowledge dengan baik, namun banyak yang lupa bahwa kadang kita belum mengetahui apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan pelanggan.
4. Demonstrating Capability Defining The Solutions – Time to benefit Customer. Pada tahap ini setelah kita mengetahui kebutuhan pelanggan, kita bias memberikan produk yang tepat beserta benefit nya bagi pelanggan. Kita berikan keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh oleh pelanggan jika menggunakan produk kita. Tahap ini biasanya dalam bentuk presentasi kepada prospek sehingga kemampuan presentasi menjadi faktor yang penting.
5. Objections References. Pada bagian ini hal yang dibahas adalah bagaimana menangani penolakan atau keberatan dari prospek. Ditolak adalah bagian tidak terpisahkan dari proses selling. Cara yang digunakan untuk menangani penolakan pelanggan ada 5 yaitu , reverse method, explain method, admit method, deny method dan yes-why method (READY Method).
a. Reverse Method adalah metode bahwa kita memahami objection prospek dan kemudian menawarkan benefit lainnya
b. Explain Method adalah metode dengan menjelaskan lebih detail atau menjelaskan kembali objection (penolakan) yang diakibatkan perbedaan persepsi dari prospek.
c. Admit Method adalah metode dengan pengakuan bahwa kitsa setuju dengan objection prospek dan menawarkan alternatif keuntungan yang lain
d. Deny Method adalah metode jika penolakan tersebut memang tidak benar, dan kita melakukan sanggahan. Cara menyanggah harus dengan sopan dan bicarakan alasan yang positif untuk membeli.
e. Yes-Why Method adalah metode jika kita perlu mengetahui alasan penolakan lebih lanjut untuk mengklarifikasi alasan penolakannya.
Tahap objections handling pada dasarnya adalah upaya untuk melakukan probing ulang sehingga keberatan yang dirasakan oleh prospek dapat dikurangi dengan alternative produk atau jasa lainnya.
6. Closing & Contracting. Pada bagian ini intinya adalah untuk mendapatkan persetujuan dari prospek dan prospek setuju dengan produk/jasa yang kita tawarkan yang berujung pada pembelian/penandatangan aplikasi/penandatanganan kontrak perjanjian.
Metode umum yang digunakan untuk melakukan closing ada 4 yaitu trial close (percobaan penutupan), summary of benefit (ringkasan benefit), teknik Benjamin Franklin, dan teknik bantuan.
a. Teknik Trial Close adalah usaha closing untuk mendorong customer dan mengetes perilaku mereka untuk melakukan pembelian, trial close umumnya adalah sebuah pertanyaan.
b. Teknik Ringkasan Benefit – Summary of benefit. Dengan metode ini, anda harus meringkas poin penting benefit yang diterima oleh calon nasabah, tujuan anda adalah menekankan kembali keuntungan tersebut yang akan membantu calon nasabah membuat keputusan terbaik.
Contoh pernyataan yang bisa digunakan dalam teknik ini adalah : “Ibu Yanti, EDC BRI dari sisi MDR sangat kompetitif, dan tanpa biaya sewa, sehingga sangat murah, selain itu dengan menggunakan EDC BRI maka pemegang Kartu BRI yang berjumlah lebih dari 30 juta akan bertransaksi di tempat usaha ibu, jadi bisakah kita isi formulirnya sekarang?”
c. Teknik Bejamin Franklin. Dalam teknik ini cara yang digunakan adalah dengan membuat daftar semua keuntungan yang dapat kita temukan yang menarik bagi prospek, yaitu point-poin yang sudah kita setujui dalam berdiskusi dengan calon customer, kemudian biarlah calon customer membuat daftar yang berlawanan. Kemudian kita bisa mengarahkan prospek dengan mengatakan “Lebih banyak keuntungannya kan Pak ?”
d. Teknik Bantuan Melalui teknik ini, kita secara spontan memberikan bantuan kepada pelanggan, misalnya untuk mengisi formulir pendaftaran kita bisa memadukan dengan Teknik Pilihan untuk menawarkan produk tambahan. Sebagai contoh teknik closing ini adalah “ Saya bantu pengisian data nya ya pak”
7. Maintaining/ Follow Up. Yaitu upaya untuk meretain customer agar terus menggunakan produk kita dan menambah pembelian. Dalam maintanining hal yang harus dilakukan salah satunya adalah complain handling. Metode untuk melakukan maintaining ada 2 yaitu : Cross Selling (menjual produk lainnya) atau up selling (menambah pembelian dari produk yang sudah ada). Maintaining ini merupakan siklus untuk mendapatkan prospek baru, karena kita bias mendapatkan referall dari existing customer.
Happy Selling…
WAHYUDI DARMAWAN
The Next Great Marketer
Wednesday, August 27, 2014
Friday, September 20, 2013
RIM melepas BBM ke iOS dan Android : Tidak Ingin Menjadi Polaroid Jilid 2
Akhir-akhir ini topik yang terkait dengan gadget yang lagi hangat dibicarakan adalah BBM yang akan dilepas ke iOS dan android, selain hiruk pikuk munculnya versi murah iPhone 5.
Mengapa Blackberry sampai harus melepaskan eksklusifitas BBM mereka? Mengapa mereka rela melepas anak emas nya ke orang lain? Jawabannya tentunya hanya eksekutif RIM yang tau.
Namun jika dilihat dari trend penjualan perangkat Blackberry di dunia yang terus turun drastis dari tahun ke tahun (sebelumnya Blackberry menguasai 23 % pasar smart phone dunia di tahun 2010, kemudian turun drastis di akhir 2011 tinggal 6% - ponselexpert.wordpress.com) terlihat bahwa RIM melakukan spekulasi daripada mati, lebih baik bertahan hidup dengan penguasaan pasar secukupnya daripada mati sama sekali.
Dengan melepas BBM (salah satu platform chating yg sudah sangat mendunia) diharapkan RIM masih memperoleh revenue jika seandainya penjualan perangkat Blackberry sudah berhenti. Kedua adalah RIM mencoba utk melakukan turn around dengan mengubah fokus dari penyedia perangkat ke content provider. Ketiga mungkin juga mereka mencoba utk bersaing bebas dengan platform chating lainnya yang lintas sistem operasi, seperti Line, What apps, We chat, Kakao Talk dll.
Namun jika dilihat dari sisi pemasaran, apa yg dilakukan RIM melepas BBM ke iOS dan Android lebih kepada mengambil pelajaran dari Polaroid. Di era tahun 80an siapa yg tidak kenal dg Polaroid? Siapapun yg pernah difoto pasti pake polaroid. Di Objek wisata dimanapun di Indonesia pasti terpampang tulisan polaroid, dan banyak tukang foto instan yg menenteng kamera polaroid. Keunggulan saat itu dari polaroid adalah teknologi foto instan, foto langsung jadi, tanpa film seluloid. Selain praktis, keunggulannya adalah hasil foto langsung bisa dilihat. Saat itu hanya polaroid yang menguasai teknologi tersebut, dan tidak ada pesaing yg boleh mengadopsi teknologi tersebut karena telah dipatentkan oleh Polaroid. Sehingga saat itu terjadi monopoli terhadap teknologi cetak instan yg hanya dimiliki oleh Polaroid.
Namun perkembangan teknologi menjadikan pesaing berfikir keras untuk menciptakan teknologi yang bisa menandingi cetak instan polaroid, dan ternyata lahirlah foto digital menggantikan teknologi cetak kamar gelap. Sedangkan polaroid sendiri karena merasa memiliki hak monopoli terhadap teknologi cetak instan dan merasa nyaman tidak berusaha utk berinovasi. Selain itu kelemahan monopoli teknologi cetak instan oleh polaroid mengakibatkan tidak adanya pesaing yang membantu membesarkan pasar dan membantu menciptakan inovasi baru dari teknologi tersebut. Dengan kondisi tersebut, pasar yg eksklusif dan minim inovasi di kategori cetak instan, muncullah pesaing yang menjadi killer apps, digital photography. Inilah pembunuh Polaroid saat itu, sehingga sekarang jika kita bertanya kepada generasi saat ini hanya segelintir orang yang mengetahui polaroid. Polaroid sendiri sudah mati.
Pelajaran berharga inilah yang sepertinya diambil oleh Blackberry. Mereka tidak mau menjadi Polaroid jilid 2, perkasa ketika mempertahankan eksklusifitas mereka, namun tidak ada yang membantu membesarkan pangsa pasar dan justru banyak pesaing yang akan membunuh dan menjadi killer apps, yang akibatnya mematikan mereka sendiri.
Blackberry sadar ketika platform chating lainnya mulai populer (what's apps, line, kakao talk, we chat) dan semuanya lintas platform OS, maka berarti mereka adalah killer apps BBM, jika BBM tetap defensif, dg jumlah "musuh" yg lebih banyak maka BBM akan terbunuh. Terbunuhnya BBM pastinya akan membunuh smart phone Blackberry. Dengan membuka eksklusifitas BBM, maka diharapkan BBM tidak mati dan perangkat Blackberry masih bisa hidup juga. Upaya ini sepertinya menjadi senjata terakhir RIM utk bersaing di industri smart phone yang sangat ketat dan crowded.
Namun jika dilihat dari trend penjualan perangkat Blackberry di dunia yang terus turun drastis dari tahun ke tahun (sebelumnya Blackberry menguasai 23 % pasar smart phone dunia di tahun 2010, kemudian turun drastis di akhir 2011 tinggal 6% - ponselexpert.wordpress.com) terlihat bahwa RIM melakukan spekulasi daripada mati, lebih baik bertahan hidup dengan penguasaan pasar secukupnya daripada mati sama sekali.
Dengan melepas BBM (salah satu platform chating yg sudah sangat mendunia) diharapkan RIM masih memperoleh revenue jika seandainya penjualan perangkat Blackberry sudah berhenti. Kedua adalah RIM mencoba utk melakukan turn around dengan mengubah fokus dari penyedia perangkat ke content provider. Ketiga mungkin juga mereka mencoba utk bersaing bebas dengan platform chating lainnya yang lintas sistem operasi, seperti Line, What apps, We chat, Kakao Talk dll.
Namun jika dilihat dari sisi pemasaran, apa yg dilakukan RIM melepas BBM ke iOS dan Android lebih kepada mengambil pelajaran dari Polaroid. Di era tahun 80an siapa yg tidak kenal dg Polaroid? Siapapun yg pernah difoto pasti pake polaroid. Di Objek wisata dimanapun di Indonesia pasti terpampang tulisan polaroid, dan banyak tukang foto instan yg menenteng kamera polaroid. Keunggulan saat itu dari polaroid adalah teknologi foto instan, foto langsung jadi, tanpa film seluloid. Selain praktis, keunggulannya adalah hasil foto langsung bisa dilihat. Saat itu hanya polaroid yang menguasai teknologi tersebut, dan tidak ada pesaing yg boleh mengadopsi teknologi tersebut karena telah dipatentkan oleh Polaroid. Sehingga saat itu terjadi monopoli terhadap teknologi cetak instan yg hanya dimiliki oleh Polaroid.
Namun perkembangan teknologi menjadikan pesaing berfikir keras untuk menciptakan teknologi yang bisa menandingi cetak instan polaroid, dan ternyata lahirlah foto digital menggantikan teknologi cetak kamar gelap. Sedangkan polaroid sendiri karena merasa memiliki hak monopoli terhadap teknologi cetak instan dan merasa nyaman tidak berusaha utk berinovasi. Selain itu kelemahan monopoli teknologi cetak instan oleh polaroid mengakibatkan tidak adanya pesaing yang membantu membesarkan pasar dan membantu menciptakan inovasi baru dari teknologi tersebut. Dengan kondisi tersebut, pasar yg eksklusif dan minim inovasi di kategori cetak instan, muncullah pesaing yang menjadi killer apps, digital photography. Inilah pembunuh Polaroid saat itu, sehingga sekarang jika kita bertanya kepada generasi saat ini hanya segelintir orang yang mengetahui polaroid. Polaroid sendiri sudah mati.
Pelajaran berharga inilah yang sepertinya diambil oleh Blackberry. Mereka tidak mau menjadi Polaroid jilid 2, perkasa ketika mempertahankan eksklusifitas mereka, namun tidak ada yang membantu membesarkan pangsa pasar dan justru banyak pesaing yang akan membunuh dan menjadi killer apps, yang akibatnya mematikan mereka sendiri.
Blackberry sadar ketika platform chating lainnya mulai populer (what's apps, line, kakao talk, we chat) dan semuanya lintas platform OS, maka berarti mereka adalah killer apps BBM, jika BBM tetap defensif, dg jumlah "musuh" yg lebih banyak maka BBM akan terbunuh. Terbunuhnya BBM pastinya akan membunuh smart phone Blackberry. Dengan membuka eksklusifitas BBM, maka diharapkan BBM tidak mati dan perangkat Blackberry masih bisa hidup juga. Upaya ini sepertinya menjadi senjata terakhir RIM utk bersaing di industri smart phone yang sangat ketat dan crowded.
Sunday, October 09, 2011
Inovasi versi Steve Jobs: Kreativitas vs Market Research
Siapa yang tidak mengenal Steve Jobs? Siapa yang tidak mengenal Apple II, Macintosh, Ipod, Iphone dan Ipad?. Walaupun Steve telah terlebih dahulu menghadap Tuhan hari Rabu lalu, namun ada pelajaran penting yang bias kita petik dari Steve maupun Apple.
Bagi Anda pengguna produknya Apple pernahkan Anda berfikir atau mebayangkan produk tersebut sebelum di Launching? Apakah Anda pernah berpikir menginginkan sabak modern dengan koneksi internet cepat dan layar sentuh? Pernahkan Anda berfikir menginginkan pemutar music digital sukuran jempol yang mampu memutar lebih dari 5.000 lagu?
Kita tidak bias membayangkan produk-produk tersebut dan tidak pernah terfikir untuk menginginkan produk tersebut, sampai dengan saat produk tersebut diperkenalkan oleh Steve Jobs dan kita langsung terperangah dan berkata “Ini yang gue cari”.
Memang seperti itulah kenyataannya, bahwa inovasi sebuah produk tidak bisa diciptakan hanya melalui market research atau focus group discussion, dimana perusahaan menggali kebutuhan dan keinginan customer kemudian membuat produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan customer dan customer akan menerimanya. Namun kadang ketika produk hasil FGD atau market research tersebut sampai ke customer , mereka sepertinya masih kurang puas dan bilang “kok kayak gini ya?”, “kok gini doang?”
Apa yang dilakukan Apple memang sepertinya sangat identik dengan Steve sebagai CEO, karena memang Apple tidak bias dipisahkan dari Steve, Apple adalah Steve Jobs. Dan patron pengembangan produk Apple juga sangat erat dengan sentuhan Steve, karena Steve lah yang mendorong pengembangan produknya berbasis pada inovasi dan kreativitas. Kita pasti sangat ingat dengan salah satu statement Steve dalam hal pengembangan produk : “It’s really hard to design products by focus groups. A lot of times, people don’t know what they want until you show it to them.”Steve juga memiiki jargon yang sangat terkenal dalam hal inovasi “The different between the leader dan the follower is innovation”.
Dua statement Steve tersebut lah yang menjadi roh dari pengembangan produk di Apple, sehingga munculah produk-produk inovatif yang laris manis di pasaran. Karena ternyata begitu produk tersebut disodorkan ke pasar, pasar baru menyadari bahwa mereka ternyata menginginkan produk tersebut. Jadi pada dasarnya Apple tidak selalu memenuhi keinginan customer tetapi menciptakan keinginan baru bagi customer dan keluar dari clutter industry dan keluar dari market yang sudah crowded dengan menciptakan kategori baru.
Lihatlah pada saat Apple meluncurkan Iphone, dari presentasi Steve Jobs pada saat Launching kit bias melihat bagaimana Apple menciptakan kategori baru dari Smartphone, yang selama ini hamper semua smart phone berkeyboard qwerty, dengan layar yang tidak cukup besar. Apple meluncurkan Iphone dengan layar yang sangat besar untuk ukuran smart phone dan dengan user interface layar sentuh. Lihat juga bagaiamana Ipad keluar dari kategori yang sudah ada. Ipad yang menurut Steve adalah produk yang berada di antara Iphone dan Macbook, mencoba menggabungkan fungsi-fungsi dalam Macbook dilengkapi dengan koneksi Internet yang cepat dan handy. Kedua produk ini sangat booming dan direspon pasar dengan bagus, selain Ipod.
Jadi inovasi menurut Steve adalah kreativitas tak terbatas denganmengeluarkan produk-produk yang boleh dikatakan merupakan kategori baru, dan mampu mendrive pasar untuk menggunakan produk tersebut. Jadi Iniovasi tidak merupakan hasil dari market driven, tetapi inovasi lah yang mendorong market. Dan peran seorang pemimpin embangkan produk adalah sangat-sangat vital. Pemimpin yang memiliki visi inovasi yang jauh ke depan lah yang mampu membawa perusahaannya sukses dalam mengembangakan dan memasarkan produk.
Selamat Jalan Steve Jobs…
Bagi Anda pengguna produknya Apple pernahkan Anda berfikir atau mebayangkan produk tersebut sebelum di Launching? Apakah Anda pernah berpikir menginginkan sabak modern dengan koneksi internet cepat dan layar sentuh? Pernahkan Anda berfikir menginginkan pemutar music digital sukuran jempol yang mampu memutar lebih dari 5.000 lagu?
Kita tidak bias membayangkan produk-produk tersebut dan tidak pernah terfikir untuk menginginkan produk tersebut, sampai dengan saat produk tersebut diperkenalkan oleh Steve Jobs dan kita langsung terperangah dan berkata “Ini yang gue cari”.
Memang seperti itulah kenyataannya, bahwa inovasi sebuah produk tidak bisa diciptakan hanya melalui market research atau focus group discussion, dimana perusahaan menggali kebutuhan dan keinginan customer kemudian membuat produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan customer dan customer akan menerimanya. Namun kadang ketika produk hasil FGD atau market research tersebut sampai ke customer , mereka sepertinya masih kurang puas dan bilang “kok kayak gini ya?”, “kok gini doang?”
Apa yang dilakukan Apple memang sepertinya sangat identik dengan Steve sebagai CEO, karena memang Apple tidak bias dipisahkan dari Steve, Apple adalah Steve Jobs. Dan patron pengembangan produk Apple juga sangat erat dengan sentuhan Steve, karena Steve lah yang mendorong pengembangan produknya berbasis pada inovasi dan kreativitas. Kita pasti sangat ingat dengan salah satu statement Steve dalam hal pengembangan produk : “It’s really hard to design products by focus groups. A lot of times, people don’t know what they want until you show it to them.”Steve juga memiiki jargon yang sangat terkenal dalam hal inovasi “The different between the leader dan the follower is innovation”.
Dua statement Steve tersebut lah yang menjadi roh dari pengembangan produk di Apple, sehingga munculah produk-produk inovatif yang laris manis di pasaran. Karena ternyata begitu produk tersebut disodorkan ke pasar, pasar baru menyadari bahwa mereka ternyata menginginkan produk tersebut. Jadi pada dasarnya Apple tidak selalu memenuhi keinginan customer tetapi menciptakan keinginan baru bagi customer dan keluar dari clutter industry dan keluar dari market yang sudah crowded dengan menciptakan kategori baru.
Lihatlah pada saat Apple meluncurkan Iphone, dari presentasi Steve Jobs pada saat Launching kit bias melihat bagaimana Apple menciptakan kategori baru dari Smartphone, yang selama ini hamper semua smart phone berkeyboard qwerty, dengan layar yang tidak cukup besar. Apple meluncurkan Iphone dengan layar yang sangat besar untuk ukuran smart phone dan dengan user interface layar sentuh. Lihat juga bagaiamana Ipad keluar dari kategori yang sudah ada. Ipad yang menurut Steve adalah produk yang berada di antara Iphone dan Macbook, mencoba menggabungkan fungsi-fungsi dalam Macbook dilengkapi dengan koneksi Internet yang cepat dan handy. Kedua produk ini sangat booming dan direspon pasar dengan bagus, selain Ipod.
Jadi inovasi menurut Steve adalah kreativitas tak terbatas denganmengeluarkan produk-produk yang boleh dikatakan merupakan kategori baru, dan mampu mendrive pasar untuk menggunakan produk tersebut. Jadi Iniovasi tidak merupakan hasil dari market driven, tetapi inovasi lah yang mendorong market. Dan peran seorang pemimpin embangkan produk adalah sangat-sangat vital. Pemimpin yang memiliki visi inovasi yang jauh ke depan lah yang mampu membawa perusahaannya sukses dalam mengembangakan dan memasarkan produk.
Selamat Jalan Steve Jobs…
Wednesday, October 05, 2011
Membangun Merek Global, Perlu Perubahan Mindset Konsumen ke Mindset Innovator.
Baru saja Interbrand merilis "100 Best Global Brand". Dari 100 merek dengan brand value terbesar, hampir semuanya dikenal di Indonesia dan sebagian besar berasal dari US. Beberapa merek asia yang masuk ke dalam daftar 100 Best Global Brand tersebut antara lain Toyota (Jepang), Samsung (Korea), htc (Taiwan). Adakah merek dari Indonesia? Jawabannya tidak.
Tapi apakah orang Indonesia mengenal atau bahkan menggunakan/mengkonsumsi merek-merek tersebut? Jawabannya pasti "ya". Dan saya yakin hampir 80 persen orang Indonesia pernah minum "Coca Cola", 80 persen pengguna laptop/pc pasti mengenal "Microsoft" dan 80 persen org kantoran pasti tahu dan pernah menggunakan "IBM", dan 80 persen anak-anak di Indonesia kenal dan bahkan pernah mencicipi ayam goreng atau burger di "Mc Donald's", dan siapakah yg sekarang ini tidak mengenal "Blackberry"?
Sederetan merek yang saya sebutkan tersebut adalah sedikit dari seratus merek yang menurut Interbrand memiliki brand value terbesar, yang dalam pendekatan akutansi terbaru merupakan intangible asset yang bisa dinominalkan dalam bentuk dollar.
Adakah merek Indonesia disana? Jawabannya pasti tidak. Tidak ada satu pun merek dari Indonesia yang masuk ke dalam
100 Best Global Brand. Padahal jika dilihat dari jumlah penduduk, ketersediaan Sumber Daya Alam dan diversitas budaya, bangsa Indonesia sangatlah kaya. Namun kenapa kita tidak mampu bersaing untuk paling tidak memunculkan 1 brand lokal Indonesia yang mendunia?
Bangsa kita memang lebih cocok untuk kita sebut bangsa konsumen yang hedonis dan lebih bangga jika tercatat sebagai pemilik koleksi terbaru mobil mewah, 5 pemakai pesawat jet pribadi, dll. Dan kita tidak menyadari bahwa jumlah penduduk kita yang sangat besar adalah merupakan pasar yang sangat gurih dan empuk bagi merek2 global untuk mendapatkan market penetration tertinggi.
Marilah kita ingat 2 sd 3 tahun silam, bagaimana market share nokia dan penjualan nokia di Indonesia adalah yg tertinggi di seluruh dunia, pabrikan otomotif Yamaha merajai penjualan sepeda motor di Indonesia dan tertinggi di dunia dan dengan sangat antusias memasang tulisan "semakin di depan" di baju pembalap moto gp Jorge Lorenzo (yang akhirnya ditiru juga oleh pabrikan Honda untuk mencantumkan satu hati di baju pembalap honda), bagaimana MU pada tahun 2008 sangat bersemangat untuk bisa datang dan bermain di Indonesia sekedar menyapa fans MU terbesar di dunia, lihat bagaimana setiap pengguna telepon selular selalu menanyakan "Pinmu berapa?" Bukan lagi bertanya no hp, sebagaiamana cerminan bahwa semua kalangan sudah menggunakan Blackberry. Lihat juga mulai dari direktur sampai dengan cleaning service pasti punya account "Facebook".
Kita terlena bahwa kita selalu merasa bangga menjadi "pengguna nokia terbesar di dunia", "jumlah subscriber Facebook nomor 3 terbesar di dunia", "penjualan Yamaha paling tinggi di dunia", "pengguna Blackberry terbesar sejagad" dan lain sebagainya. Kita juga bisa menyaksikan betapa bangganya orang-orang kaya di republik ini ketika mereka menenteng tas Louis Vuitton, Hermes atau mengenakan aksesoris Bvlgari. Butik butik barang mewah dengan merek terkenal tidak pernah sepi dan terus menambah gerai nya di mall2 kota besar di Indonesia.
Tapi kita lupa bahwa kita harusnya lebih bangga jika seandainya "CN 235 produksi IPTN dipesan Emirates sejumlah 300 unit", "Mobil Timor menguasai pasar otomotif di Amerika di urutan ke-2 setelah GM", "Sepatu Cibaduyut buka outlet ke-5 nya di Milan", "Batik Keris membuka gerai ke-2nya di Harrods London", "Bakpia Pathok 25 bangun pabrik ketiganya di Abu Dhabi", dll
Ya, memang bangsa kita masih sebatas bangga sebagai konsumen, bangga sebagai pangsa pasar terbesar, bangga sebagai pengguna terbesar tetapi belum bangga untuk menjadi pemilik merek dengan value terbesar. Ini juga seiring dengan komposisi PDB kita yang masih didominasi sektor Konsumsi, sehingga pertumbuhan ekonomi kita masih belum bisa menyerap tenaga kerja yang optimal.
Rasa lebih bangga menggunakan brand asing dan malu menggunakan brand lokal inilah salah satu yang akhirnya menyebabkab merek-merek lokal kita tidak bisa berkembang.
Apa yang seharusnya dilakukan oleh bangsa ini untuk mendukung korporasi dalam mengembangkan merek/brand lokal?
1. Jadilah pemain di negeri sendiri, jangan lah kita hanya jadi penonton dengan cara mencintai dan menggunakan produk kita.
2. Kurangi ketergantungan kita dengan barang barang merek global.
3. Menyadari bahwa Indonesia adalah pasar yg luar biasa utk produk-produk kita sendiri, sehingga harus optimal dalam menggarap pasar ini.
4. Dari sisi produsen diharapkan mampu menciptakan inovasi inovasi baru dan menciptakan produk yang benar2 unggul dan berkualitas sehingga mampu bersaing.
Sekelumit tulisan di atas hanyalah sebuah cerminan bahwa untuk membangun sebuah merek harus dimulai dari mental sebagai produsen dan innovator bukan mental sebagai konsumen yang hedonis. Jika kita mulai bermental inovator dan sadar bahwa menjadi sasaran pasar bagi merek2 global saja tidak cukup, maka merek merek dari Indonesia niscaya bisa menembus persaingan global. Amien.
Tapi apakah orang Indonesia mengenal atau bahkan menggunakan/mengkonsumsi merek-merek tersebut? Jawabannya pasti "ya". Dan saya yakin hampir 80 persen orang Indonesia pernah minum "Coca Cola", 80 persen pengguna laptop/pc pasti mengenal "Microsoft" dan 80 persen org kantoran pasti tahu dan pernah menggunakan "IBM", dan 80 persen anak-anak di Indonesia kenal dan bahkan pernah mencicipi ayam goreng atau burger di "Mc Donald's", dan siapakah yg sekarang ini tidak mengenal "Blackberry"?
Sederetan merek yang saya sebutkan tersebut adalah sedikit dari seratus merek yang menurut Interbrand memiliki brand value terbesar, yang dalam pendekatan akutansi terbaru merupakan intangible asset yang bisa dinominalkan dalam bentuk dollar.
Adakah merek Indonesia disana? Jawabannya pasti tidak. Tidak ada satu pun merek dari Indonesia yang masuk ke dalam
100 Best Global Brand. Padahal jika dilihat dari jumlah penduduk, ketersediaan Sumber Daya Alam dan diversitas budaya, bangsa Indonesia sangatlah kaya. Namun kenapa kita tidak mampu bersaing untuk paling tidak memunculkan 1 brand lokal Indonesia yang mendunia?
Bangsa kita memang lebih cocok untuk kita sebut bangsa konsumen yang hedonis dan lebih bangga jika tercatat sebagai pemilik koleksi terbaru mobil mewah, 5 pemakai pesawat jet pribadi, dll. Dan kita tidak menyadari bahwa jumlah penduduk kita yang sangat besar adalah merupakan pasar yang sangat gurih dan empuk bagi merek2 global untuk mendapatkan market penetration tertinggi.
Marilah kita ingat 2 sd 3 tahun silam, bagaimana market share nokia dan penjualan nokia di Indonesia adalah yg tertinggi di seluruh dunia, pabrikan otomotif Yamaha merajai penjualan sepeda motor di Indonesia dan tertinggi di dunia dan dengan sangat antusias memasang tulisan "semakin di depan" di baju pembalap moto gp Jorge Lorenzo (yang akhirnya ditiru juga oleh pabrikan Honda untuk mencantumkan satu hati di baju pembalap honda), bagaimana MU pada tahun 2008 sangat bersemangat untuk bisa datang dan bermain di Indonesia sekedar menyapa fans MU terbesar di dunia, lihat bagaimana setiap pengguna telepon selular selalu menanyakan "Pinmu berapa?" Bukan lagi bertanya no hp, sebagaiamana cerminan bahwa semua kalangan sudah menggunakan Blackberry. Lihat juga mulai dari direktur sampai dengan cleaning service pasti punya account "Facebook".
Kita terlena bahwa kita selalu merasa bangga menjadi "pengguna nokia terbesar di dunia", "jumlah subscriber Facebook nomor 3 terbesar di dunia", "penjualan Yamaha paling tinggi di dunia", "pengguna Blackberry terbesar sejagad" dan lain sebagainya. Kita juga bisa menyaksikan betapa bangganya orang-orang kaya di republik ini ketika mereka menenteng tas Louis Vuitton, Hermes atau mengenakan aksesoris Bvlgari. Butik butik barang mewah dengan merek terkenal tidak pernah sepi dan terus menambah gerai nya di mall2 kota besar di Indonesia.
Tapi kita lupa bahwa kita harusnya lebih bangga jika seandainya "CN 235 produksi IPTN dipesan Emirates sejumlah 300 unit", "Mobil Timor menguasai pasar otomotif di Amerika di urutan ke-2 setelah GM", "Sepatu Cibaduyut buka outlet ke-5 nya di Milan", "Batik Keris membuka gerai ke-2nya di Harrods London", "Bakpia Pathok 25 bangun pabrik ketiganya di Abu Dhabi", dll
Ya, memang bangsa kita masih sebatas bangga sebagai konsumen, bangga sebagai pangsa pasar terbesar, bangga sebagai pengguna terbesar tetapi belum bangga untuk menjadi pemilik merek dengan value terbesar. Ini juga seiring dengan komposisi PDB kita yang masih didominasi sektor Konsumsi, sehingga pertumbuhan ekonomi kita masih belum bisa menyerap tenaga kerja yang optimal.
Rasa lebih bangga menggunakan brand asing dan malu menggunakan brand lokal inilah salah satu yang akhirnya menyebabkab merek-merek lokal kita tidak bisa berkembang.
Apa yang seharusnya dilakukan oleh bangsa ini untuk mendukung korporasi dalam mengembangkan merek/brand lokal?
1. Jadilah pemain di negeri sendiri, jangan lah kita hanya jadi penonton dengan cara mencintai dan menggunakan produk kita.
2. Kurangi ketergantungan kita dengan barang barang merek global.
3. Menyadari bahwa Indonesia adalah pasar yg luar biasa utk produk-produk kita sendiri, sehingga harus optimal dalam menggarap pasar ini.
4. Dari sisi produsen diharapkan mampu menciptakan inovasi inovasi baru dan menciptakan produk yang benar2 unggul dan berkualitas sehingga mampu bersaing.
Sekelumit tulisan di atas hanyalah sebuah cerminan bahwa untuk membangun sebuah merek harus dimulai dari mental sebagai produsen dan innovator bukan mental sebagai konsumen yang hedonis. Jika kita mulai bermental inovator dan sadar bahwa menjadi sasaran pasar bagi merek2 global saja tidak cukup, maka merek merek dari Indonesia niscaya bisa menembus persaingan global. Amien.
Sunday, August 21, 2011
Penurunan Rating Utang AS Dampaknya bagi Indonesia
Beberapa waktu yg lalu S&P menurunkan peringkat utang AS dari AAA menjadi AA+, yang diikuti gonjang-ganjing perekonomian AS, antara lain bergolaknya pasar modal di NYSE, dimana indeks Dow Jones dan Nasdaq turun drastis. Bursa Amerika sangat fluktuatif di minggu terakhir ini, selain dipengaruhi penurunan rating, berita yang cukup mengejutkan dari hp -hewlet packard - yang menurunkan prediksi pertumbuhan profitnya serta melakukan spin off terhadap bisnis hardware turut menggoyang saham di Wall Street. Penurunan harga saham hp yang mencapai 20 persen turut berkontribusi terhadap turunnya indeks Dow Jones di lantai bursa AS.
Bagaimana sebenarnya rating utang pemerintah AS bisa diturunkan oleh S&P? Pemerintah Amerika Serikat 3 tahun terakhir boleh dikatakan sudah tidak sehat dari sisi APBN nya, karena peningkatan utang pemerintah yang cukup siginifikan sehingga rasio utang terhadap PDB mereka sudah lebih dari 96 % (utang AS mencapai USD 14,3 T sedangkan PDB USD 14,8 T). Rasio utang terhadap PDB yang masih dianggap sehat yg disepakati lembaga lembaga pemeringkat adalah 60%. Sehingga ketika rasio utang AS yg sudah sangat tinggi terhadap PDB tersebut menyebabkan prediksi pertumbuhan ekonomi AS akan melambat, inilah yang mengakibatkan S&P menurunkan peringkat utang AS.
Lalu bagaimana dampaknya terhadap AS dan dunia secara keseluruhan? Penurunan peringkat utang ini mengakibatkan investor khawatir dan menarik dananya (baik dalam bentuk obligasi maupun di pasar saham) dari AS, sehingga pasar modal di Wall Street mengalami guncangan yang luar biasa. Selain itu dengan adanya penarikan dana tersebut AS kekurangan dana untuk membiayai APBN mereka. Untuk menutup defisit APBN, pemerintah AS akan berupaya untuk menarik dana asing agar masuk kembali dengan cara menaikan yield surat utang pemerintah AS. Dengan menaikan suku bunga obligasi pemerintah diharapkan akan terjadi capital inflow ke AS sehingga defisit APBN dapat dikurangi. Namun di satu sisi investor juga tidak serta merta akan menempatkan dananya ke AS, karena penurunan rating utang cukup mengkhawatirkan investor seandainya pemerintah AS gagal baya
Bagaimana pengaruhnya terhadap Indonesia
Penurunan rating utang AS ternyata mempengaruhi IHSG di BEI, dalam minggu-minggu terakhir IHSG terkoreksi cukup lumayan sebagai akibat aksi jual dan terjadi capital outflow - sampai dengan posisi minggu ketiga Agustus dana yg ditarik dari BEI mencapai 1,7 T - yg kemungkinan mengalihkan dananya ke negara-negara yg masih bagus prospek utangnya seperti Swiss dan Perancis. Capital outflow yg cukup besar ini juga mempengaruhi nilai tukar Dollar terhadap rupiah, karena adanya penurunan cadangan devisa. Rupiah yg sempat menguat pada posisi 8.030 per USD sekarang telah melemah menjadi sekitar 8.500 per USD akhir-akhir ini.
Dampak secara langsung akibat capital outflow tersebut terasa di BEI mengingat komposisi investor asing vs investor lokal yang mencapai 70:30. Sehingga goncangan ekonomi dunia dan AS cukup berpengaruh terhadap kinerja bursa di Indonesia.
Selain itu penurunan rating utang mengakibatkan proyeksi pertumbuhan ekonomi AS akan menurun, yang berdampak pada eksport Indonesia ke AS yg juga kemungkinan akan turun. Selama ini eksport Indonesia ke AS mencapai 11 % dari total eksport, sehingga penurunan eksport akan cukup dirasakan.
Bagaimana dampaknya bagi perbankan? Dampak langsung bagi perbankan mungkin tidak sebesar dampak di bursa. Namun penurunan eksport ke AS dikhawatirkan dapat menurunkan kinerja sektor riil, sehingga perbankan juga akan sedikit terganggu.
Selain itu jika otoritas moneter juga bereaksi terhadap penurunan nilai tukar dan capital outflow dengan menaikkan suku bunga acuan (BI rate), maka dikhawatirkan kinerja penyaluran kredit ke sektor riil menjadi terhambat.
Mudah mudahan kekhawatiran2 tersebut tidak menjadi kenyataan dan tidak berimbas terhadap kinerja perekonomian Indonesia. Semoga
Bagaimana sebenarnya rating utang pemerintah AS bisa diturunkan oleh S&P? Pemerintah Amerika Serikat 3 tahun terakhir boleh dikatakan sudah tidak sehat dari sisi APBN nya, karena peningkatan utang pemerintah yang cukup siginifikan sehingga rasio utang terhadap PDB mereka sudah lebih dari 96 % (utang AS mencapai USD 14,3 T sedangkan PDB USD 14,8 T). Rasio utang terhadap PDB yang masih dianggap sehat yg disepakati lembaga lembaga pemeringkat adalah 60%. Sehingga ketika rasio utang AS yg sudah sangat tinggi terhadap PDB tersebut menyebabkan prediksi pertumbuhan ekonomi AS akan melambat, inilah yang mengakibatkan S&P menurunkan peringkat utang AS.
Lalu bagaimana dampaknya terhadap AS dan dunia secara keseluruhan? Penurunan peringkat utang ini mengakibatkan investor khawatir dan menarik dananya (baik dalam bentuk obligasi maupun di pasar saham) dari AS, sehingga pasar modal di Wall Street mengalami guncangan yang luar biasa. Selain itu dengan adanya penarikan dana tersebut AS kekurangan dana untuk membiayai APBN mereka. Untuk menutup defisit APBN, pemerintah AS akan berupaya untuk menarik dana asing agar masuk kembali dengan cara menaikan yield surat utang pemerintah AS. Dengan menaikan suku bunga obligasi pemerintah diharapkan akan terjadi capital inflow ke AS sehingga defisit APBN dapat dikurangi. Namun di satu sisi investor juga tidak serta merta akan menempatkan dananya ke AS, karena penurunan rating utang cukup mengkhawatirkan investor seandainya pemerintah AS gagal baya
Bagaimana pengaruhnya terhadap Indonesia
Penurunan rating utang AS ternyata mempengaruhi IHSG di BEI, dalam minggu-minggu terakhir IHSG terkoreksi cukup lumayan sebagai akibat aksi jual dan terjadi capital outflow - sampai dengan posisi minggu ketiga Agustus dana yg ditarik dari BEI mencapai 1,7 T - yg kemungkinan mengalihkan dananya ke negara-negara yg masih bagus prospek utangnya seperti Swiss dan Perancis. Capital outflow yg cukup besar ini juga mempengaruhi nilai tukar Dollar terhadap rupiah, karena adanya penurunan cadangan devisa. Rupiah yg sempat menguat pada posisi 8.030 per USD sekarang telah melemah menjadi sekitar 8.500 per USD akhir-akhir ini.
Dampak secara langsung akibat capital outflow tersebut terasa di BEI mengingat komposisi investor asing vs investor lokal yang mencapai 70:30. Sehingga goncangan ekonomi dunia dan AS cukup berpengaruh terhadap kinerja bursa di Indonesia.
Selain itu penurunan rating utang mengakibatkan proyeksi pertumbuhan ekonomi AS akan menurun, yang berdampak pada eksport Indonesia ke AS yg juga kemungkinan akan turun. Selama ini eksport Indonesia ke AS mencapai 11 % dari total eksport, sehingga penurunan eksport akan cukup dirasakan.
Bagaimana dampaknya bagi perbankan? Dampak langsung bagi perbankan mungkin tidak sebesar dampak di bursa. Namun penurunan eksport ke AS dikhawatirkan dapat menurunkan kinerja sektor riil, sehingga perbankan juga akan sedikit terganggu.
Selain itu jika otoritas moneter juga bereaksi terhadap penurunan nilai tukar dan capital outflow dengan menaikkan suku bunga acuan (BI rate), maka dikhawatirkan kinerja penyaluran kredit ke sektor riil menjadi terhambat.
Mudah mudahan kekhawatiran2 tersebut tidak menjadi kenyataan dan tidak berimbas terhadap kinerja perekonomian Indonesia. Semoga
SHIA sebuah Branding Strategy Angkasa Pura
Mulai beberapa bulan yang lalu setiap kali ke Bandara Soetta (sebutan selama ini utk Soekarno Hatta airport) saya mulai menemukan identitas baru untuk bandara ini, yaitu SHIA (Soekarno Hatta International Airport) sebuah nama yg cukup keren bukan?
Brand baru utk bandara yg selama ini lekat dengan nama "Cengkareng" tersebut saya rasa merupakan terobosan yang cukup berani dan positif. Mengapa? Sebagaimana kita ketahui bahwa Soetta Airport adalah satu2nya pintu gerbang masuknya penumpang dari negara lain, selain menjadi hub bagi beberapa penerbangan domestik. Sudah saatnya Bandara soetta memiliki brand dan brand tersebut bersifat global.
Dari perspektif marketing places, Bandara adalah salah satu icon terpenting dalam kita memasarkan sebuah negara. Di era saat ini ketika arus barang dan manusia antar negara menjadi sangat mudah, bandara merupakan pintu gerbang yang menjadi cerminan dari sebuah negara.
Bagaimana kita sangat kagum dan begitu nyamannya ketika kita berada di Changi Airport yg merupakan The Best Airport In The World dan menjadi slah satu icon singapura dan bahkan menjadi sah satu hub terpenting arus transportasi antara Asia, Eropa dan Australia. Hampir semua maskapai penerbangan pasti akan singgah ke Singapura ketika melayani rute rute Eropa, Asia dan Austalia.
Bagaimana Changi bisa menjadi icon dan menjadi sebuah brand yg memiliki ekuitas yang tinggi?
Changi Airport tidak serta merta mendapatkan predikat sebagai the best airport in the world, tetapi didesain dg cukup bagus utk tujuan tersebut.
Secara penamaan Changi Airport sangat simple dan ear catching. Kemudian tidak hanya menjadi "pepesan kosong", secara infrastruktur Changi juga sangat luar biasa, dari desain bangunan, pelayanan, reliabilitas dan lainnya changi begitu sempurna.
Bagaimana dengan SHIA? Saya pikir ketika meluncurkan brand baru ini manajemen (baca Angkasa Pura) telah memikirkan arti pentingnya sebuah merek dalam memasarkan produk. Namun ini baru langkah awal dalam brand strategy dan upaya marketing places. Selain pemilihan brand name yang cukup bagus dan meaningful, strategi berikutnya adalah dengan memberikan positioning yang jelas pada SHIA. Setelah positioning dibentuk, selanjutnya perlu adanya diferensiasi yang akan menjadikan brand SHIA memiliki character tersendiri.
Untuk membangun positioning dan diferensiasi SHIA harus memperhatikan infrastruktur pendukungnya. Airport adalah service Industry dg pelanggan utama ada 2 yaitu Airlines dan penumpang. Keselamatan dan kenyamanan adalah basic need dari airlines dan penumpang, sehingga 2 hal inilah yang harus menjadi fokus sebuah airport dalam mengembangkan bisnisnya.
Khusus utk SHIA, dari perspektif penumpang, masih banyak kekurangan dsana-sini untuk mendukung kenyamanan penumpang. Terutama public transportation yang masih amburadul dan banyaknya 'pengganggu' seperti ojek, taxi gelap/mobil pribadi dan taxi tidak resmi. Beda dengan Changi yang begitu tertib dan tidak ada taxi gelap, ojek dll yang mengganggu. Karena di Changi tersedia sarana transportasi yg nyaman mulai dari Taxi sampai MRT yg bebas macet.
Salah satu kendala kenyamanan transportasi menuju SHIA adalah kemacetan, karena tidak ada alternatif akses ke airport selain menggunakan mobil atau angkutan umum bus. Harusnya SHIA dan pemerintah mulai memikirkan utk menyediakan sarana transportasi kereta api yg bebas macet. Sehingga akses menuju dan dari bandara semakin mudah dan bebas macet. Sekali lagi, Perubahan branding Bandara Soetta menjadi Soekarno Hatta International Airport harus diikuti dengan perubahan-perubahan dan perbaikan infrastruktur untuk menciptakan kenyamanan dan keselamatan airlines dan penumpang.
Brand baru utk bandara yg selama ini lekat dengan nama "Cengkareng" tersebut saya rasa merupakan terobosan yang cukup berani dan positif. Mengapa? Sebagaimana kita ketahui bahwa Soetta Airport adalah satu2nya pintu gerbang masuknya penumpang dari negara lain, selain menjadi hub bagi beberapa penerbangan domestik. Sudah saatnya Bandara soetta memiliki brand dan brand tersebut bersifat global.
Dari perspektif marketing places, Bandara adalah salah satu icon terpenting dalam kita memasarkan sebuah negara. Di era saat ini ketika arus barang dan manusia antar negara menjadi sangat mudah, bandara merupakan pintu gerbang yang menjadi cerminan dari sebuah negara.
Bagaimana kita sangat kagum dan begitu nyamannya ketika kita berada di Changi Airport yg merupakan The Best Airport In The World dan menjadi slah satu icon singapura dan bahkan menjadi sah satu hub terpenting arus transportasi antara Asia, Eropa dan Australia. Hampir semua maskapai penerbangan pasti akan singgah ke Singapura ketika melayani rute rute Eropa, Asia dan Austalia.
Bagaimana Changi bisa menjadi icon dan menjadi sebuah brand yg memiliki ekuitas yang tinggi?
Changi Airport tidak serta merta mendapatkan predikat sebagai the best airport in the world, tetapi didesain dg cukup bagus utk tujuan tersebut.
Secara penamaan Changi Airport sangat simple dan ear catching. Kemudian tidak hanya menjadi "pepesan kosong", secara infrastruktur Changi juga sangat luar biasa, dari desain bangunan, pelayanan, reliabilitas dan lainnya changi begitu sempurna.
Bagaimana dengan SHIA? Saya pikir ketika meluncurkan brand baru ini manajemen (baca Angkasa Pura) telah memikirkan arti pentingnya sebuah merek dalam memasarkan produk. Namun ini baru langkah awal dalam brand strategy dan upaya marketing places. Selain pemilihan brand name yang cukup bagus dan meaningful, strategi berikutnya adalah dengan memberikan positioning yang jelas pada SHIA. Setelah positioning dibentuk, selanjutnya perlu adanya diferensiasi yang akan menjadikan brand SHIA memiliki character tersendiri.
Untuk membangun positioning dan diferensiasi SHIA harus memperhatikan infrastruktur pendukungnya. Airport adalah service Industry dg pelanggan utama ada 2 yaitu Airlines dan penumpang. Keselamatan dan kenyamanan adalah basic need dari airlines dan penumpang, sehingga 2 hal inilah yang harus menjadi fokus sebuah airport dalam mengembangkan bisnisnya.
Khusus utk SHIA, dari perspektif penumpang, masih banyak kekurangan dsana-sini untuk mendukung kenyamanan penumpang. Terutama public transportation yang masih amburadul dan banyaknya 'pengganggu' seperti ojek, taxi gelap/mobil pribadi dan taxi tidak resmi. Beda dengan Changi yang begitu tertib dan tidak ada taxi gelap, ojek dll yang mengganggu. Karena di Changi tersedia sarana transportasi yg nyaman mulai dari Taxi sampai MRT yg bebas macet.
Salah satu kendala kenyamanan transportasi menuju SHIA adalah kemacetan, karena tidak ada alternatif akses ke airport selain menggunakan mobil atau angkutan umum bus. Harusnya SHIA dan pemerintah mulai memikirkan utk menyediakan sarana transportasi kereta api yg bebas macet. Sehingga akses menuju dan dari bandara semakin mudah dan bebas macet. Sekali lagi, Perubahan branding Bandara Soetta menjadi Soekarno Hatta International Airport harus diikuti dengan perubahan-perubahan dan perbaikan infrastruktur untuk menciptakan kenyamanan dan keselamatan airlines dan penumpang.
Wednesday, March 02, 2011
Bagaimana Perbankan Menyikapi Naiknya BI Rate?
Beberapa waktu yang lalu tepatnya hari Jumat tanggal 4 Februari 2011, Rapat Dewan Gubernur BI memutuskan untuk menaikan BI Rate 25 basis poin menjadi 6,75 persen. Mengapa BI menaikan BI Rate mungkin sudah bukan pertanyaan sebagian besar pelaku pasar, karena beberapa hari sebelumnya menurut laporan BPS angka inflasi tahun 2010 cukup tinggi mencapai hampir 7 persen. Dan inflasi bulan Januari juga cukup tinggi yaitu 0,68 persen, dan jika tren inflasi bulan januari ini diikuti bulan bulan berikutnya dikawatirkan inflasi 2011 tidak akan lebih baik dari 2010. Selain itu juga akan diterapkannya kebijakan penghentian konsumsi premium bersubsidi bagi pemilik kendaraan pribadi roda 4 yg harus beralih ke pertamax atau bahan bakar non subsidi yg harganya hampir 3 kali lipat, maka angka inflasi dikawatirkan akan cukup tinggi pada bulan-bulan berikutnya.
Bagi perbankan kenaikan BI rate bisa menjadi dilema, karena dari sisi penyaluran kredit peningkatan BI Rate dapat menghambat kecepatan pertumbuhan kredit, karena untuk meningkatkan atau mempertahankan profit perbankan kemungkinan akan meningkatkan suku bunga pinjaman, sebagai dampak peningkatan suku bunga simpanan. Namun jika perbankan menaikan level suku bunga kredit maka pasar mereka akan tergerus sebagai akibat persaingan.
Strategi yang harus dilakukan oleh perbankan untuk mengurangi penggerusan spread sebagai akibat naiknya suku bunga simpanan dan harus menjaga suku bunga pinjaman tetap kompetitif antara lain bisa dilakuan dengan beberapa cara :
1. Menurunkan cost of fund. Dari segi penghimpunan dana, strategi yg harus dilakukan adalah dengan meningkatkan porsi dana murah dalam bentuk Current Account dan Saving Account (CASA), dan akan lebih kompetitif lagi jika CASA tersebut merupakan transaction based bagi nasabahnya. Jika CASA sudah menjadi based transaction maka nasabah cenderung tidak peduli dengan bunga, serta rela jika harus dicharge lebih.
2. Menurunkan OHC. Sumber biaya yag cukup signifikan pengaruhnya terhadap spread perbankan adalah operasional cost, satu satunya cara untuk menekan operasional cost adalah melakukan efisiensi dalam bentuk yg mungkin paling sederhana seperti listrik dan ATK. Selain itu biaya tenaga kerja juga harus direview dengan menerapkan KPI yang lebih terukur dalam memberikan kompoensasi baik berupa bonus maupun insentif dari perusahaan.
3. Meningkatkan Spread. Untuk meningkatkan spread perbankan atau NIM tanpa menaikan suku bunga, salah satu strategi yg bisa diterapkan adalah dengan meningkatkan porsi kredit konsumer. Selain market yg masih cukup besar, kredit konsumer saat ini sedang menjadi primadona. Dan dari sisi margin, Kredit kredit konsumer sebagian besar menerapkan bunga flat dengan margin yg cukup tinggi dan cenderung aman sehingga bisa meningkatkan NIM.
4. Menurunkan risk premium. Untuk bisa kompetitif dalam memaskan kredit, salah satu komponen biaya yg menyumbang kontribusi cukup tinggi terhadap suku bunga adalah risk premium atau resiko kegagalan kredit. Untuk dapat menekan biaya kredit dengan menurunkan risk premium usaha usaha yang dilakukan antara lain dg melakukan monitoring yg lebih intens dan mendorong nasabah utk memindahkan cash flow (saranan transaksi) ke bank kita. Dengan memindahkan cash flow di perbankan maka monitoring terhadap kualitas kredit akan semakin baik. Selain itu upaya-upaya restrukturisasi dan penyelesaian kredit bermasalah juga terus dilakukan serta optimalisasi recovery rate untuk kredit yang sudah dihapusbukukan.
5. Optimalisasi Fee Based Income. Dengan kompetisi yang cukup ketat dalam penyaluran kredit, alternatif strategi utk tetap menjaga tingkaat pendapatan perbankan yg positif maka alternatif sumber pendanaan berupa fee based income menjadi solusi yang tepat. Hanya saja untuk menggenjot fee based income memang diperlukan investasi di bidang IT yang cukup besar, karena sumber pendapatan berbasis fee ini sebagain besar berasal dari penggunaan e-channel perbankan.
Akhirnya, bahwa kenaikan BI Rate harus disikapi sebagai sebuah upaya untuk menyeimbangkan perekonomian nasional yang mungkin berdampak pada penurunan profit margin perbankan, namun dengan berupaya semaksimal mungkin dengan menerapkan strartegi tersebut di atas, yaitu menurunkan cost, meningkatkan pendapatan dan mencari alternatif sumber pendapatan di luar kredit, mudah mudahan perbankan tetap mampu tumbuh dan berkembang dengan baik. Amien...
Bagi perbankan kenaikan BI rate bisa menjadi dilema, karena dari sisi penyaluran kredit peningkatan BI Rate dapat menghambat kecepatan pertumbuhan kredit, karena untuk meningkatkan atau mempertahankan profit perbankan kemungkinan akan meningkatkan suku bunga pinjaman, sebagai dampak peningkatan suku bunga simpanan. Namun jika perbankan menaikan level suku bunga kredit maka pasar mereka akan tergerus sebagai akibat persaingan.
Strategi yang harus dilakukan oleh perbankan untuk mengurangi penggerusan spread sebagai akibat naiknya suku bunga simpanan dan harus menjaga suku bunga pinjaman tetap kompetitif antara lain bisa dilakuan dengan beberapa cara :
1. Menurunkan cost of fund. Dari segi penghimpunan dana, strategi yg harus dilakukan adalah dengan meningkatkan porsi dana murah dalam bentuk Current Account dan Saving Account (CASA), dan akan lebih kompetitif lagi jika CASA tersebut merupakan transaction based bagi nasabahnya. Jika CASA sudah menjadi based transaction maka nasabah cenderung tidak peduli dengan bunga, serta rela jika harus dicharge lebih.
2. Menurunkan OHC. Sumber biaya yag cukup signifikan pengaruhnya terhadap spread perbankan adalah operasional cost, satu satunya cara untuk menekan operasional cost adalah melakukan efisiensi dalam bentuk yg mungkin paling sederhana seperti listrik dan ATK. Selain itu biaya tenaga kerja juga harus direview dengan menerapkan KPI yang lebih terukur dalam memberikan kompoensasi baik berupa bonus maupun insentif dari perusahaan.
3. Meningkatkan Spread. Untuk meningkatkan spread perbankan atau NIM tanpa menaikan suku bunga, salah satu strategi yg bisa diterapkan adalah dengan meningkatkan porsi kredit konsumer. Selain market yg masih cukup besar, kredit konsumer saat ini sedang menjadi primadona. Dan dari sisi margin, Kredit kredit konsumer sebagian besar menerapkan bunga flat dengan margin yg cukup tinggi dan cenderung aman sehingga bisa meningkatkan NIM.
4. Menurunkan risk premium. Untuk bisa kompetitif dalam memaskan kredit, salah satu komponen biaya yg menyumbang kontribusi cukup tinggi terhadap suku bunga adalah risk premium atau resiko kegagalan kredit. Untuk dapat menekan biaya kredit dengan menurunkan risk premium usaha usaha yang dilakukan antara lain dg melakukan monitoring yg lebih intens dan mendorong nasabah utk memindahkan cash flow (saranan transaksi) ke bank kita. Dengan memindahkan cash flow di perbankan maka monitoring terhadap kualitas kredit akan semakin baik. Selain itu upaya-upaya restrukturisasi dan penyelesaian kredit bermasalah juga terus dilakukan serta optimalisasi recovery rate untuk kredit yang sudah dihapusbukukan.
5. Optimalisasi Fee Based Income. Dengan kompetisi yang cukup ketat dalam penyaluran kredit, alternatif strategi utk tetap menjaga tingkaat pendapatan perbankan yg positif maka alternatif sumber pendanaan berupa fee based income menjadi solusi yang tepat. Hanya saja untuk menggenjot fee based income memang diperlukan investasi di bidang IT yang cukup besar, karena sumber pendapatan berbasis fee ini sebagain besar berasal dari penggunaan e-channel perbankan.
Akhirnya, bahwa kenaikan BI Rate harus disikapi sebagai sebuah upaya untuk menyeimbangkan perekonomian nasional yang mungkin berdampak pada penurunan profit margin perbankan, namun dengan berupaya semaksimal mungkin dengan menerapkan strartegi tersebut di atas, yaitu menurunkan cost, meningkatkan pendapatan dan mencari alternatif sumber pendapatan di luar kredit, mudah mudahan perbankan tetap mampu tumbuh dan berkembang dengan baik. Amien...
Monday, January 31, 2011
Pendekatan Baru Branding : From Brand Recognition to Brand Name
“Panggilannya Gudang Garam Filter, namanya Gudang Garam International Pria Punya Selera”
Itulah sederet kalimat di print ad salah satu produk rokok di harian Kompas (31/01/2011) halaman 29.
Ya, produsen rokok tersebut mencoba menyederhanakan brand mereka dengan sebutan keseharian konsumennya, karena jarang orang yang nyebut Gudang Garam International pada saat membeli rokok tersebut. Di Medan bahkan orang cukup menyebut GP untuk membeli rokok merek tersebut. Kurang jelas asal usul nama GP tersebut, mungkin diilhami dari Gudang Garam Filter yg diucapkan "Pilter" sehingga disingkat menjadi GP. Terlepas dari penyebutan nama produk atau brand yang disederhanakan oleh konsumen tersebut pada prinsipnya seorang brand manager harus jeli dalam menentukan brandnya, tidak hanya fokus pada nama, simbol dan value yang akan diusung oleh brand tersebut, tetapi pengucapan dan penyebutan yang mudah dan ear catching sangat penting.
Beberapa brand manager cukup jeli dan akhirnya justru mengubah brand name dari produknya menjadi seperti kebiasaan masayarakat menyebut brand tersebut. Plaza semanggi yang kemudian bermetamorfosa menjadi "Plangi", Senayan City yang lebih enak disebut "Senci", Metropolitan Mall sudah jarang disebut dan menjadi "Metmall".
Jika dilihat dari brand management pendekatan seperti pada beberapa kasus tersebut di atas sepertinya tidak umum, karena dalam brand management, brand dirancang, dilahirkan dan diberi nama untuk kemudian dikomunikasikan agar dikenal luas, disebut dan akhirnya dikonsumsi berulang yg berujung pada loyalitas pada brand tersebut. Pendekatan mengubah brand name menjadi "panggilan" yang lebih sederhana boleh dikatakan berkebalikan dengan konsep brand management, dimana brand sebuah produk justru diadopsi dari penyebutan customer terhadap brand tersebut. Pendekatan dari brand recognition menjadi brand name, bukan dari brand name menjadi brand recognition seperti layaknya teori brand management.
Di satu sisi fenomena perubahan brand name menjadi brand recognition ini adalah bentuk partisipasi konsumen dalam mengembangakn brand di era horizontal marketing. Karena di era horizontal marketing, individu atau konsumen menjadi sangat powerful untuk mempengaruhi produsen karena dukungan media-media social berbasis internet yang mendukung konsumen untuk menyuarakan aspirasinya. Dan jika produsen jeli melihatnya maka suara konsumen yang berkolaborasi dengan produsen (co-creation) ini akan sangat powerful.
Dalam kasus Gudang Garam di atas, sepertinya brand manager GG mulai tersadar bahwa utk menyebut produk mereka Gudang Garam International jauh lebih sulit jika dibanding dg sebutan Gudang Garam Filter maupun sebutan lainnya seperti GP. Selain itu Gudang Garam juga menyadari bahwa di era horizontal marketing, keterlibatan (co creation) dari customer dalam membangun merek sangat penting, sehingga GG berupaya untuk mengadopsi brand recognition menjadi brand name.
Namun apakah GG hanya cukup mengkomunikasikan nama (brand name) vs panggilan (brand recognition)? Karena jika mengkomunikasikan “panggilan” dan “nama” saja justru akan membingungkan customer, karena seolah2 ada beberapa produk Gudang garam International. Dan effort komunikasinya pun akan lebih mahal, karena harus melakukan edukasi lebih intens. Apa yang seharusnya dilakukan?
Menurut saya lebih elok jika GG konsisten utk mengkomunikasikan dan merubah brand recognition tersebut menjadi brand name. Tidak perlu susah susah mengkomunikasikan "panggilan" dan "nama" utk Gudang Garam International, cukup diganti dengan "Gudang Garam Filter". Dengan mengganti sekaligus brand name nya menjadi Gudang Garam Filter (yang selama ini sudah cukup dikenal) upaya untuk membangun brand nya akan lebih mudah.
Hal ini sejalan dengan apa yg dilakukan oleh Sampoerna ketika merejuvenate Sampoerna Hijau. Awalnya sebagai sebuah brand Sampoerna Kretek dg kemasan hijau disebut sebagai Sampoerna A Kretek. Namun karena di masyarakat rokok tersebut lebih dikenal karena warna bungkusnya yg hijau, maka nama produk "Sampoerna A Kretek" lebih terkenal sebagai "Sampoerna Hijau". Akhirnya Sampoerna menyadari hal tersbut dan mulai merubah dan mengkomunikasikan produknya menjadi "Sampoerna Hijau" dan hasilnya produk yg hampir mati tersebut bisa tumbuh dan bangkit lagi.
Selamat datang era horizontal marketing, selamat datang co creation…
Itulah sederet kalimat di print ad salah satu produk rokok di harian Kompas (31/01/2011) halaman 29.
Ya, produsen rokok tersebut mencoba menyederhanakan brand mereka dengan sebutan keseharian konsumennya, karena jarang orang yang nyebut Gudang Garam International pada saat membeli rokok tersebut. Di Medan bahkan orang cukup menyebut GP untuk membeli rokok merek tersebut. Kurang jelas asal usul nama GP tersebut, mungkin diilhami dari Gudang Garam Filter yg diucapkan "Pilter" sehingga disingkat menjadi GP. Terlepas dari penyebutan nama produk atau brand yang disederhanakan oleh konsumen tersebut pada prinsipnya seorang brand manager harus jeli dalam menentukan brandnya, tidak hanya fokus pada nama, simbol dan value yang akan diusung oleh brand tersebut, tetapi pengucapan dan penyebutan yang mudah dan ear catching sangat penting.
Beberapa brand manager cukup jeli dan akhirnya justru mengubah brand name dari produknya menjadi seperti kebiasaan masayarakat menyebut brand tersebut. Plaza semanggi yang kemudian bermetamorfosa menjadi "Plangi", Senayan City yang lebih enak disebut "Senci", Metropolitan Mall sudah jarang disebut dan menjadi "Metmall".
Jika dilihat dari brand management pendekatan seperti pada beberapa kasus tersebut di atas sepertinya tidak umum, karena dalam brand management, brand dirancang, dilahirkan dan diberi nama untuk kemudian dikomunikasikan agar dikenal luas, disebut dan akhirnya dikonsumsi berulang yg berujung pada loyalitas pada brand tersebut. Pendekatan mengubah brand name menjadi "panggilan" yang lebih sederhana boleh dikatakan berkebalikan dengan konsep brand management, dimana brand sebuah produk justru diadopsi dari penyebutan customer terhadap brand tersebut. Pendekatan dari brand recognition menjadi brand name, bukan dari brand name menjadi brand recognition seperti layaknya teori brand management.
Di satu sisi fenomena perubahan brand name menjadi brand recognition ini adalah bentuk partisipasi konsumen dalam mengembangakn brand di era horizontal marketing. Karena di era horizontal marketing, individu atau konsumen menjadi sangat powerful untuk mempengaruhi produsen karena dukungan media-media social berbasis internet yang mendukung konsumen untuk menyuarakan aspirasinya. Dan jika produsen jeli melihatnya maka suara konsumen yang berkolaborasi dengan produsen (co-creation) ini akan sangat powerful.
Dalam kasus Gudang Garam di atas, sepertinya brand manager GG mulai tersadar bahwa utk menyebut produk mereka Gudang Garam International jauh lebih sulit jika dibanding dg sebutan Gudang Garam Filter maupun sebutan lainnya seperti GP. Selain itu Gudang Garam juga menyadari bahwa di era horizontal marketing, keterlibatan (co creation) dari customer dalam membangun merek sangat penting, sehingga GG berupaya untuk mengadopsi brand recognition menjadi brand name.
Namun apakah GG hanya cukup mengkomunikasikan nama (brand name) vs panggilan (brand recognition)? Karena jika mengkomunikasikan “panggilan” dan “nama” saja justru akan membingungkan customer, karena seolah2 ada beberapa produk Gudang garam International. Dan effort komunikasinya pun akan lebih mahal, karena harus melakukan edukasi lebih intens. Apa yang seharusnya dilakukan?
Menurut saya lebih elok jika GG konsisten utk mengkomunikasikan dan merubah brand recognition tersebut menjadi brand name. Tidak perlu susah susah mengkomunikasikan "panggilan" dan "nama" utk Gudang Garam International, cukup diganti dengan "Gudang Garam Filter". Dengan mengganti sekaligus brand name nya menjadi Gudang Garam Filter (yang selama ini sudah cukup dikenal) upaya untuk membangun brand nya akan lebih mudah.
Hal ini sejalan dengan apa yg dilakukan oleh Sampoerna ketika merejuvenate Sampoerna Hijau. Awalnya sebagai sebuah brand Sampoerna Kretek dg kemasan hijau disebut sebagai Sampoerna A Kretek. Namun karena di masyarakat rokok tersebut lebih dikenal karena warna bungkusnya yg hijau, maka nama produk "Sampoerna A Kretek" lebih terkenal sebagai "Sampoerna Hijau". Akhirnya Sampoerna menyadari hal tersbut dan mulai merubah dan mengkomunikasikan produknya menjadi "Sampoerna Hijau" dan hasilnya produk yg hampir mati tersebut bisa tumbuh dan bangkit lagi.
Selamat datang era horizontal marketing, selamat datang co creation…
Subscribe to:
Posts (Atom)